PajakOnline.com—Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum memberikan pernyataan resmi berkaitan dengan investigasi pajak digital yang dilakukan pemerintah Amerika Serikat (AS) di Indonesia.
Amerika Serikat (AS) melakukan investigasi formal terkait dengan penerapan pajak digital baru di beberapa negara, yaitu Indonesia, Austria, Brazil, Republik Ceko, Uni Eropa, India, Italia, Turki, Spanyol, dan Inggris.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengungkapkan, Kementerian Keuangan belum memberikan pernyataan terkait dengan masalah ini. “Belum bisa kami rilis statement-nya karena ini masalah yang cukup strategis,” tegas Febrio dalam virtual media briefing BKF pada Kamis (4/6/2020).
Seperti dalam pemberitaan media ini sebelumnya, konferensi pers hasil Rapat Terbatas di Istana pada Rabu (4/6/2020), Menteri Keuangan Sri Mulyani menolak memberikan pernyataan terkait penyelidikan pajak digital AS.
Seperti dikutip dari BBC, pihak AS mengatakan, penerapan pajak digital tersebut seharusnya disepakati di forum multilateral melalui Organization for Economic Co-operation and Development (OECD). Namun, diskusi yang berlangsung di forum tersebut berjalan lambat sehingga banyak negara yang justru mengambil tindakan masing-masing.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mengumumkan pembelian produk digital dari luar negeri akan kena pajak, yakni PPN sebesar 10 persen mulai 1 Juli 2020.
Produk digital yang kena pajak dalam bentuk barang tidak berwujud maupun jasa oleh konsumen di dalam negeri seperti layanan streaming film, musik, video berbayar Netflix, Spotify, games, dan lainnya. Pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN atas produk tersebut dilakukan oleh pelaku usaha perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Pemerintah telah menyiapkan sanksi berupa pemblokiran bagi para penjual, pemilik platform digital baik asing maupun domestik yang tidak patuh.
Baca Juga: Pelaku PMSE Luar Negeri Tak Bayar Pajak Bisa Diblokir
Penegasan soal penunjukkan wajib pungut ini dituangkan dalam PMK No.48/PMK.03/2020 yang mengatur mekanisme penunjukkan pemungut, pemungutan dan penyetoran PPN atas impor barang kena pajak (BKP) yang tidak berwujud atau intangible goods tersebut.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, langkah penarikan pajak digital diharapkan mampu membantu penambahan penerimaan negara tahun ini, mengingat penerimaan pajak turun sebagai dampak dari stimulus pemerintah. “Untuk menjaga basis pajak pemerintah melalui skema significant economic presence, baik untuk subjek pajak dalam maupun luar negeri,” ujar Menkeu Sri Mulyani.
Pengamat perpajakan dari PajakOnline Consulting Group Abdul Koni mengatakan, keputusan pemerintah untuk memajaki kegiatan PMSE sangat beralasan, baik dari sisi fairness karena mereka telah mendapatkan keuntungan signifikan di Indonesia.
Namun, pemerintah perlu memerhatikan implementasinya agar hak pemajakan atas penghasilan dari perusahaan yang menggunakan platform teknologi digital, yang secara fisik berkantor atau Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia atau yang berkantor di luar negeri dapat dilaksanakan pemajakannya mulai 1 Juli 2020 mendatang.
Sementara itu, menurut CEO dan Founder Digital Enterprise Indonesia (DEI) Bari Arijono, pelaksanaan pemajakan tersebut tidak akan semudah yang kita bayangkan, karena perusahaan-perusahaan digital tersebut tidak semuanya memiliki kantor atau BUT di Indonesia.
“Semua transaksi tidak masuk ke rekening lokal di Indonesia dan belum ada kebijakan cross border taxation. Ini akan jadi pekerjaan di atas batu es buat pemerintah, yang bisa dipecahkan dengan menunggu matahari terbit atau badai corona berlalu,” kata Bari Arijono kepada PajakOnline.com.
Bari menjelaskan, cross border taxation ini seperti cross border e-commerce dan payments yang sudah berjalan. Di Amerika Serikat, contohnya, sudah ada regulasinya, tapi di Indonesia belum ada payung hukumnya.
Untuk memunggut pajak perusahaan digital yang tidak punya BUT, jelas belum bisa. “Logikanya, gimana negara akan mungut pajak ke Netflix, Spotify, Zoom, GotoWebinar, Webex, Lifesize yang semua berkantor di US (Amerika Serikat), cloud based dan bayarnya pakai USD?” kata Bari.
Walaupun pemerintah memakai prinsip significant economic presence untuk pemajakannya. “Itu kan menurut Menkeu, tapi perusahaan Zoom punya ketentuan sendiri buat bayar pajak. Dia hanya akan taat pada Undang-undang Perpajakan US,” kata Bari.