PajakOnline.com—Jika dilihat dari aspek perpajakannya, pajak tangguhan merupakan beban pajak atau deferred tax expense yang dapat memberikan pengaruh seperti menambah atau mengurangi beban pajak yang harus dibayar di masa mendatang.
Pajak tangguhan ini juga dapat dilihat dari dua sisi, yakni dari sudut pandang akuntansi sebagai akun aset, maupun dari sisi liabilitas (utang yang harus dilunasi/pelayanan yang harus dilakukan di masa mendatang pada pihak lain). Perlu diketahui, sisi aset dan sisi liabilitas ini menjadi dua sisi yang saling bertolak belakang.
Lalu apa saja perbedaan definisi pajak tangguhan dari sisi aset dan liabilitas?
Dilihat dari sisi aset, pajak tangguhan merupakan jumlah Pajak Penghasilan (PPh) yang dapat dipulihkan pada periode masa depan akibat akumulasi rugi pajak yang belum dikompensasi dan akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam peraturan perpajakan.
Sementara itu, jika berdasarkan sudut pandang liabilitas, pajak tangguhan sebenarnya timbul karena perbedaan beban antara peraturan perpajakan (fiskal) dengan standar akuntansi keuangan (komersial). Perbedaan saat pengakuan tersebut mengakibatkan pendapatan/beban yang diakui pada masing-masing periode berbeda, jadi secara keseluruhan, jumlah total yang diakui antara peraturan secara fiskal dan komersial akan sama. Perbedaan ini biasa dikenal dengan istilah “temporary different”.
Beban pajak tidak akan mempengaruhi jumlah pajak terutang yang dihitung sesuai dengan peraturan perpajakan.
Pada perhitungan beban pajak yang harus dibayar pada akhir tahun, biasanya wajib pajak menggunakan pendekatan akuntansi komersial, mulai dari pengakuan unsur pendapatan, pengakuan beban yang dijadikan pengurang, metode penyusutan untuk menentukan beban penyusutan aset, pengakuan nilai sisa aset dan penerapan jangka waktu untuk penyusutan, hingga penetapan besaran penyisihan/ biaya cadangan.
Nantinya hasil penerapan ini tercatat dalam laporan keuangan yang dijadikan dasar untuk menghitung beban PPh terutang secara komersial oleh wajib pajak. Namun untuk pelaporan SPT tahunan, PPh yang dihitung wajib pajak atas dasar laba komersial tidak bisa langsung ditetapkan sebagai beban pajak, Sebab untuk dapat digunakan sebagai dasar pelaporan SPT Tahunan, pendekatan yang digunakan berdasarkan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Perlu diketahui, jika laba akuntansi lebih besar daripada laba pajaknya, maka akan terbentuk kewajiban pajak tangguhan. Dan sebaliknya jika laba akuntansi lebih kecil daripada laba pajak, maka akan terbentuk aset pajak tangguhan.
Dapat disimpulkan, pajak tangguhan tidak bisa dihindari dan dapat muncul sebagai akibat adanya dua pendekatan yang harus dijalani dalam menghitung beban pajak kini. Nilai aset atau manfaat pajak jenis ini akan menghapus kewajiban perpajakannya. (Azzahra Choirrun Nissa)