PajakOnline.com—Pada kondisi tertentu, piutang dapat menjadi piutang tak tertagih. Piutang menjadi sarana yang diberikan oleh perusahaan sebagai salah satu strategi fleksibilitas pembayaran. Sejalan dengan praktiknya, beberapa pihak yang berutang mungkin mengalami kendala sehingga timbulah kondisi piutang tak tertagih.
Piutang tak tertagih merupakan salah satu jenis piutang dalam usaha/bisnis, yang mana tidak dapat ditagih meski sudah dilakukan usaha semaksimal mungkin untuk melakukan penagihan. Hal ini wajar terjadi dan ada dalam laporan keuangan. Dalam perhitungan pajak, piutang tak tertagih ini dapat menjadi pengurang untuk menghitung penghasilan kena pajak dengan beberapa syarat tertentu.
Dalam praktiknya, pemberlakuan piutang tak tertagih dalam laporan laba/rugi perusahaan diperbolehkan baik secara akuntansi maupun secara fiskal. Namun, wajib pajak perlu memperhatikan syarat secara fiskal untuk menghindari adanya koreksi fiskal oleh otoritas pajak. Piutang tidak tertagih ini, biasanya dianggap sebagai biaya operasi yang masuk dalam biaya penjualan, umum dan administrasi organisasi.
Adapun beberapa metode yang digunakan untuk menghitung piutang tidak tertagih, yakni sebagai berikut:
1) Metode Penyisihan Piutang Tidak Tertagih (Allowance Method)
Untuk nominal yang besar, metode pencatatan piutang tidak tertagih ini lebih sering menjadi pilihan.
Komponen utama dari metode ini adalah perkiraan piutang tidak tertagih, entri jurnal dengan mendebet beban hutang buruk dan penyisihan kredit untuk piutang tidak tertagih, dan menghapus akun piutang tak tertagih pada akun debet penyisihan piutang dan kreditkan akun piutang yang sesuai.
2) Metode Penghapusan Piutang Tak Tertagih (Direct Write-Off Method)
Metode penghapusan ini hanya dapat digunakan untuk nominal yang kecil. Metode ini melibatkan penghapusan langsung ke akun piutang sehingga perlu mempertimbangkan syarat penghapusan piutang tak tertagih kepada konsumen, agar beban piutang tidak menjadi kerugian perusahaan sehingga secara langsung piutang tidak tertagih ini tidak menghasilkan pendapatan dan menurunkan laba.
Berdasarkan Pasal 6 ayat 1 huruf h Undang-undang no.36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No.17 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto dalam menghitung penghasilan kena pajak.
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih ini merujuk pada piutang atas transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usaha yang tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya penagihan oleh wajib pajak. Jenis piutang ini, umunya muncul dalam industri perbankan, lembaga pembiayaan, industri dan jasa lainnya dapat menjadi beban biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak.
Adapun persyaratan yang harus dipenuhi agar jenis piutang ini dapat dibebankan sebagai biaya dalam menghitung penghasilan kena pajak yakni sebagai berikut:
1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial
2. WP harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada Ditjen Pajak berbentuk hard copy dan soft copy.
3. Piutang tidak tertagih tersebut telah:
4. Diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara.
5. Terdapat perjanjian tulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut.
6. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.
7. Ada pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
Jika piutang tidak tertagih telah memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan diatas maka wajib pajak dapat membuat daftar piutang yg nyata-nyata tidak dapat ditagih dan diserahkan kepada kantor pajak saat penyampaian SPT Tahunan. Serta harus cantumkan identitas debitur berupa nama, NPWP, alamat dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. (Azzahra Choirrun Nissa)