PajakOnline.com—Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan implementasi teknis perizinan pemanfaatan air tanah baru berlaku sekitar 3,5 tahun mendatang atau pada paruh pertama 2027.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM Muhammad Wafid menjelaskan, kementeriannya saat ini masih membahas aturan harmonisasi berupa peraturan menteri (Permen) ihwal teknis perizinan dan sanksi pemanfaatan air tanah dari kegiatan nonkomersial.
“Kita diberikan waktu 3,5 tahun untuk persiapan sebelum dikenakan sanksi nantinya,” kata Wafid dalam Konferensi Pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (13/11/2023).
Wafid mengatakan aturan perizinan itu hanya dikenakan kepada rumah tangga dan penggunaan secara berkelompok dengan pemakaian air tanah lebih dari 100 meter kubik per bulan. Adapun, kata Wafid, rata-rata penggunaan air tanah di Indonesia berada di level 30 meter kubik per kepala keluarga (KK).
Selain itu, dia menambahkan, perizinan pemanfaatan air tanah juga akan berlaku pada kegiatan pertanian rakyat di luar sistem irigasi yang sudah ada saat ini. Spesifiknya, pertanian rakyat yang menggunakan air lebih dari 2 liter per detik setiap KK.
Perizinan nanti juga menyasar pada kegiatan wisata atau olah raga air untuk kepentingan umum, penelitian dan pengembangan, pendidikan, serta kesehatan milik pemerintah.
Berdasarkan identifikasi Badan Geologi, beberapa cadangan air tanah (CAT) yang sudah mengalami kerusakan itu, di antaranya tersebar di Medan, Serang-Tangerang, Jakarta, Karawang-Bekasi, Bogor, Surabaya, Bandung-Soreang, Denpasar-Tabanan, Pekalongan-Pemalang, Semarang, Metro-Kotabumi, Karanganyar-Boyolali, hingga Palangkaraya-Banjarmasin.
Sejumlah kota yang disebut itu bakal menjadi prioritas penerapan perizinan pemanfaatan air tanah nantinya.
“Kita akan mengatur bagaimana sanksi ataupun regulasi yang mengatur denda dan sebagainya karena permennya itu harus ada harmonisasi seluruh kementerian,” kata dia.
Pemantauan air tanah dilakukan pada 220 lokasi tiap tahun baik pada sumur pantau, sumur produksi, maupun sumur gali, berupa kegiatan pengukuran muka air tanah dan analisis sifat fisika-kimia air tanah. Salah satu tujuan kegiatan pemantauan air tanah adalah untuk evaluasi pengendalian pengambilan air tanah sebagai bagian dalam pemberian izin pengusahaan air tanah yang dituangkan dalam bentuk Peta Zona Konservasi Air Tanah.
Wafid mengatakan, pengukuran selama periode tahun 2015-2022 di wilayah Cekungan Air Tanah Jakarta tersebut menunjukkan laju penurunan tanah antara 0,04 hingga 6,30 cm per tahun. Hal ini menunjukkan adanya pelandaian penurunan tanah dibandingkan tahun 1997 hingga 2005 di mana laju penurunan tanah antara 1-10 cm per tahun hingga 15-20 cm per tahun. “Pelandaian penurunan muka tanah juga teramati pada sumur pantau manual di lokasi kantor Balai Konservasi Air Tanah Jalan Tongkol Jakarta Utara,” pungkasnya.