PajakOnline.com—Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan kredit pada tahun 2023 ini berada dalam kisaran 9% hingga 11% year-on-year (yoy).
“Likuiditas perbankan tetap longgar sehingga berpotensi mendorong berlanjutnya peningkatan kredit atau pembiayaan,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers Pengumuman Hasil RDG Bulanan Bulan Juli 2023 di Jakarta, Selasa (25/7/2023).
BI mencatat rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) berada di posisi tinggi, yakni 26,73% pada Juni 2023 lalu. Perkembangan likuiditas tersebut berperan positif terhadap perkembangan suku bunga perbankan.
Selain itu, suku bunga di Indonesia terbilang cukup rendah, yakni 5,61% pada 24 Juli 2023. Di pasar obligasi, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor jangka pendek tercatat 5,99%, sementara imbal hasil SBN tenor jangka panjang tercatat 6,22% pada tanggal yang sama.
Dalam perbankan, suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit pada Juni 2023 terbilang rendah, yaitu sebesar 4,14% dan 9,34%.
Perry mengatakan perlambatan tersebut disebabkan oleh menurunnya permintaan kredit dari dunia usaha.
“Korporasi cenderung mempercepat pelunasan kredit dan berperilaku wait and see dalam meningkatkan rencana investasinya ke depan,” kata Perry.
Sementara itu, kredit perbankan pada Juni 2023 tumbuh sebesar 7,76% yoy, terutama ditopang oleh sektor jasa dunia usaha, jasa sosial, dan pertambangan. Selain itu, pembiayaan syariah juga tumbuh tinggi mencapai 17,09% yoy pada Juni 2023. Sementara di segmen UMKM, pertumbuhan kredit terus berlanjut, yaitu mencapai 7,34% yoy pada Juni 2023.
Dengan begitu, BI berkomitmen untuk terus mendorong penyaluran kredit atau pembiayaan dari sisi penawaran perbankan. Untuk itu, kebijakan insentif likuiditas makroprudensial difokuskan pada sektor-sektor yang memiliki daya ungkit lebih tinggi bagi pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, khususnya hilirisasi (minerba, pertanian, peternakan, dan perikanan), perumahan (termasuk perumahan rakyat), pariwisata, inklusif (termasuk UMKM, KUR, dan ultra mikro/UMi), serta ekonomi keuangan hijau.(Kelly Pabelasary)