PajakOnline.com—Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerangkan kepada wajib pajak orang pribadi mengenai tata cara pelaporan harta berupa tanah dan bangunan di SPT Tahunan. Penjelasan tersebut disampaikan melalui akun Kring Pajak atau contact center DJP di media sosial X untuk menanggapi pertanyaan warganet.
DJP menjelaskan, tanah atau bangunan yang dilaporkan di SPT Tahunan merupakan harta yang dimiliki atau dikuasai pada akhir tahun pajak. “Untuk nilainya adalah harga perolehan. Penentuan harga perolehan mengikuti Pasal 10 ayat (1) UU PPh. Harga perolehan adalah harga yang sesungguhnya/seharusnya dikeluarkan (harga beli dan biaya untuk memperoleh
harta),” terang DJP, Rabu (13/3/2024).
Untuk pengisian nama harta, wajib pajak bisa mencantumkan lokasi dan luas tanah, sedangkan untuk bangunan bisa dicantumkan lokasi dan luas bangunan.
Selanjutnya, untuk tahun perolehan diisi tahun perolehan dari tiap-tiap harta yang dimiliki.
Pada bagian keterangan, wajib pajak bisa dengan keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu. Misal, untuk rumah dan tanah diberi keterangan Nomor Objek Pajak (NOP) seperti yang tertera dalam SPPT PBB-P2.
Sebagai informasi, UU KUP mengatur batas akhir penyampaian SPT Tahunan wajib pajak orang pribadi paling lambat 3 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 31 Maret. Untuk wajib pajak badan, SPT dilaporkan paling lambat 4 bulan setelah berakhirnya tahun pajak atau 30 April.
Wajib pajak dapat melakukan pelaporan SPT Tahunan secara online melalui e-filing atau e-form. Bagi wajib pajak yang baru terdaftar dan ingin melaporkan SPT Tahunan secara online, harus memperoleh electronic filing identification number (EFIN) terlebih dahulu.
Penyampaian SPT Tahunan yang terlambat akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda. Denda terlambat melaporkan SPT Tahunan pada orang pribadi adalah sebesar Rp100.000, sedangkan pada wajib pajak badan Rp1 juta.