PajakOnline.com—Setiap negara memiliki keterbatasan sumber daya sehingga berdampak pada perdagangan internasional demi pemenuhan kebutuhannya. Kegiatan impor merupakan salah satu implikasi yang termasuk dari adanya perdagangan internasional. Dalam kegiatan impor menimbulkan serangkaian prosedur yang wajib dilaksanakan sehingga barang tersebut dapat diterima konsumen.
Setiap negara memiliki kebijakan masing-masing terkait dengan alur perdagangan internasional, termasuk perihal bea masuk atas impor barang kiriman. Ketentuan impor barang kiriman diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.199/PMK.010/2019 (PMK 199/2019). Melalui aturan tersebut, pemerintah mengatur perihal de minimis value threshold atas impor barang kiriman.
Menurut OECD Glossary Tax Term, de minimis merupakan frasa yang digunakan saat ketentuan perpajakan tidak diterapkan sepenuhnya akibat nilai pajak yang terutang dinilai rendah atau tidak melebihi batas ‘nilai minimal’. Sementara itu, de minimis value threshold dalam bea masuk merupakan rezim yang memungkinkan barang yang tidak melebihi nilai ambang batas tertentu dibebaskan dari bea masuk dan pajak serta dari prosedur deklarasi tertentu.
De minimis threshold mengacu pada nilai barang impor yang di bawahnya tidak ada pengenaan pajak dan bea masuk serta pemberitahuan kepabeanannya lebih sederhana. Hal tersebut berarti de minimis threshold merupakan nilai yang ditetapkan sebagai batasan yang apabila suatu barang impor nilainya dibawah batas tersebut maka tidak akan terkena pajak dan bea masuk.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) telah menerapkan konsep de minimis value threshold pada barang kiriman dan barang bawaan (baik barang bawaan pribadi penumpang, barang pribadi awak sarana pengangkut, dan barang pribadi pelintas batas).
Rincian ketentuan mengenai de minimis value threshold impor barang kiriman diatur dalam Pasal 13 ayat (1) PMK 199/2019. Pada Pasal tersebut menyatakan terhadap barang kiriman untuk dipakai dengan nilai pabean maksimal FOB US$3.00 per penerima barang per kiriman akan diberikan pembebasan bea masuk dan dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan.
Kemudian, PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) diberlakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Hal tersebut berarti PPN dan PPnBM atas barang kiriman diberlakukan secara normal tanpa adanya de minimis.
Selain itu, PMK 199/2019 juga mengatur batasan (de minimis) barang kiriman berupa barang kena cukai (BKC) yang dapat diberikan pembebasan cukai. Pembebasan cukai tersebut diberikan untuk setiap penerima barang per kiriman dengan jumlah paling banyak:
1. Sejumlah 40 batang sigaret, 5 batang cerutu, 40 gram tembakau iris, atau hasil tembakau lainnya berupa:
– 20 batang, apabila dalam bentuk batang,
– 5 kapsul, apabila dalam bentuk kapsul,
– 30 mililiter, apabila dalam bentuk cair,
– 4 cartridge, apabila dalam bentuk cartridge, atau
– 50 gram atau 50 mililiter, apabila dalam bentuk lainnya, dan
2. 350 mililiter minuman yang mengandung etil alkohol.(Kelly Pabelasary)