PajakOnline.com—Teknologi kekinian semakin memudahkan wajib pajak melaksanakan kewajibannya membayar pajak. Hitung setor lapor pajak sekarang semakin mudah melalui aplikasi online. Jadi, kebanyakan cukup dari rumah saja tidak perlu ke kantor pajak untuk mengakses seluruh layanan perpajakan.
Mulai dari membuat Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang bisa dilakukan secara online, E-FIN, E-Filing untuk melaporkan SPT Tahunan dan SPT Masa, dan lainnya. Kini, yang terbaru integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang ada dalam KTP sebagai NPWP. NIK tervalidasi inilah yang menjadi reference key.
Hal tersebut disampaikan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jawa Barat (Jabar) II Ir. Harry Gumelar M.Sc yang akrab disapa Hargum saat menerima kunjungan silaturahmi redaksi PajakOnline.com, Senin (20/2/2023) di kantornya yang asri di kawasan Bekasi, Jawa Barat.
Hargum tahu betul teknologi yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Karena sebelumnya dia pernah menjabat sebagai Direktur Transformasi Teknologi Komunikasi dan Informasi (TTKI) dan kemudian menjadi Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA) DJP.
Pada masa Hargum menjabat Direktur TTKI DJP membuat Nomor Faktur Pajak elektronik atau E-Nofa yang dipergunakan seluruh wajib pajak sejak 1 Juni 2013. Aplikasi tersebut menjadi andalan dalam memberikan kemudahan pelayanan online kepada para wajib pajak yang dipakai sampai sekarang.
Menurut Hargum, pembuatan dan pengembangan aplikasi terus dilakukan karena teknologi yang dimiliki DJP sudah semakin canggih.
“Kecanggihan teknologi akan meningkatkan kesadaran masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya karena semuanya serba mudah,” kata Hargum lulusan Master Information System di Queen Mary University of London.
Hargum mengatakan, pada saatnya akan terbentuk tax payer community atau masyarakat pembayar pajak seiring meningkatnya kesadaran sebagai wajib pajak. “Namun, kesadaran meningkatnya warga masyarakat dalam membayar pajak perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas layanan dari kementerian dan lembaga lainnya,” kata Hargum, kelahiran Bandung 26 Juli 1964 ini.
Pemanfaatan teknologi canggih, digitalisasi merupakan keniscayaan untuk meningkatkan pelayanan masyarakat. Jangan lagi ada pungli (pungutan liar), kalaupun ada tarif yang jelas masuk ke kas negara. Dengan begitu, para pembayar pajak akan merasa puas dan bahagia.
Hargum menyebutkan, selama hidup di dunia ini ada dua kepastian yakni, pertama pasti mati (karena setiap makhluk bernyawa akan merasakan meninggal dunia) dan yang kedua, selama hidup adalah membayar pajak. Oleh karena itu, bagi mereka yang sudah memenuhi syarat subjektif dan objektifnya sebagai wajib pajak maka harus membayar pajak. Tidak bisa lagi menyembunyikan penghasilan apalagi hartanya.
Ditambah lagi, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan mengamanatkan pemadanan NIK menjadi NPWP. “Wajib pajak sudah tidak bisa lagi menyembunyikan harta. Semuanya akan mudah terdeteksi karena adanya reference key yakni NIK sebagai NPWP,” kata Hargum ayah 3 anak; Hanif Rabbani, Khairy Tsany, dan Dary Muhammad ini.
Dengan KTP/NIK sebagai NPWP, DJP bakal memiliki basis data yang kuat dalam melakukan uji kepatuhan. Selain itu, DJP memiliki kewenangan untuk mengakses berbagai jenis data lainnya yang diperlukan dari pihak ketiga mulai dari keuangan, properti, aktivitas bisnis hingga ke seluruh penjuru dunia.
Dari Teknik Geologi Pertambangan Nyasar ke Pajak
Hargum mengaku masuk pajak karena tidak sengaja. Dia adalah sarjana teknik geologi pertambangan lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB). Memang gak nyambung mulanya. Awalnya bekerja di perusahaan swasta sebagai penilai pertambangan perminyakan, lalu banting stir menjadi pegawai negeri sipil (PNS) melalui jalur seleksi penerimaan tingkat sarjana Departemen Keuangan pada tahun 1991. Hargum ditempatkan di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai pelaksana Direktorat PBB dan BPHTB pada 1992.
“Kemudian saya tertarik IT, S-2 ambil IT,” kata Hargum yang hobi bersepeda dan main bulu tangkis. Karir Hargum terus berlanjut, dia menjabat Kepala Seksi Monografi Direktorat PBB dan BPHTB. Pada 2002, Hargum menjadi Kepala Bidang Analisa Data dan Pengawasan Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Wajib Pajak Besar. Kemudian Hargum ke kantor pusat DJP sebagai Kepala Subdit Pengembangan Perangkat Keras Direktorat TTKI.
Hargum juga pernah menjadi Kepala KPP Pratama Medan Polonia dan Kepala KPP Madya Medan. Suami Shinta Damayanti ini kemudian menjadi Direktur TTKI sebelum menjadi Direktur KITSDA dan sekarang ini dia menjabat sebagai Kepala Kanwil DJP Jabar II.
Hargum pernah mengusulkan dan membuat aplikasi Taxpayer Account. Cara kerjanya, wajib pajak melakukan login secara online untuk mengetahui seluruh proses layanan di DJP, misalnya pelaporan perpajakan, apakah wajib pajak sudah lapor, atau sudah bayar pajak apa belum, kalau diperiksa proses pemeriksaannya sudah sampai di mana, kalau melakukan permohonan keberatan sudah sampai mana bandingnya, dan sebagainya. Semuanya bisa diketahui dan mudah diakses. Teknologi aplikasi tersebut masih terus disempurnakan. Hargum menegaskan, digitalisasi, teknologi informasi ke depan akan menekan korupsi karena semuanya serba terbuka, mudah diakses dan computerized.
Bersambung…
(Menjawab tantangan sebagai kepala kantor wilayah DJP Jawa Barat II terutama pada masa pandemi menuju pemulihan ekonomi Indonesia. Soal insentif pajak, tingkat kepatuhan dan kerancuan penyebutan UMKM dalam batas omzet…)
Baca juga: Kakanwil DJP Jawa Barat II Harry Gumelar Dampingi Pelaku UMKM Naik Kelas