PajakOnline.com—Direktorat Jenderal Pajak (DJP) meminta wajib pajak melaporkan harta hibah yang diterima dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pada tahun pajak saat harta hibah diterima oleh wajib pajak, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 90 Tahun 2020
“Apabila memenuhi ketentuan tersebut maka atas hibah yang diterima harus dilaporkan dalam SPT Tahunan pada tahun pajak yang bersangkutan,” tulis DJP dalam cuitannya di media sosial Twitter, dikutip hari ini.
Sementara itu, apabila wajib pajak orang pribadi belum memasukkan harta hibah dalam daftar harta SPT sehingga menimbulkan ketidaksesuaian data, wajib pajak masih bisa melakukan pembetulan SPT Tahunan sepanjang belum dilakukan pemeriksaan atas SPT Tahunan tersebut.
Penjelasan DJO tersebut menjawab pertanyaan seorang wajib pajak mengenai ketentuan tentang harta hibah yang diterima seorang anak kandung dari orang tuanya. Dalam kasus tersebut, sebidang tanah diberikan dari orang tua kepada anaknya pada 2019 lalu dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan.
“Orang pribadi mendapatkan tanah dari orang tuanya tahun 2019 dan belum dilaporkan dalam SPT Tahunan apakah menjadi objek pajak? Dan tahun 2020 orang tuanya meninggal, apa ada aspek
perpajakan yang timbul pada saat ortunya meninggal?” tanya netizen tersebut.
Pengecualian atas bantuan, sumbangan, hingga harta hibah sebagai objek pajak diatur dalam PMK 90/2020 dan ditegaskan kembali melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi
Peraturan Perpajakan (HPP).
Pengecualian dari objek pajak terpenuhi apabila harta hibah diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat (orang tua ke anak kandung) dan tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan.
Secara lengkap, PMK 90/2020 menyebutkan keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, orang pribadi yang menjalan usaha mikro dan kecil dikecualikan atau dibebaskan sebagai objek Pajak Penghasilan (PPh) sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara kedua belah pihak.