PajakOnline.com—Jasa Kena Pajak (JKP) yang dibebaskan dari pengenaan PPN itu di antaranya jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk fidusia (Penjelasan Pasal 16B ayat 1a huruf j PPN). Definisi fidusia juga tercantum dalam dasar hukum yang mengaturnya yakni UU No. 42/1999 tentang Jaminan Fidusia (JF) dan juga dapat ditemukan dalam Peraturan Menteri Keuangan No.193/PMK.05/2020 tentang Pembiayaan Ultra Mikro (PMK 193/2020).
Jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi. Prestasi disini berarti memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai dengan uang (Pasal 4 UU JF).
Mengacu Pasal 1 Angka 1 UU JF dan Pasal 1 angka 12 PMK 193/2020, fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Maka dari itu, objek jaminan fidusia dapat berupa benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, benda bergerak maupun tidak bergerak, terdaftar ataupun tidak, dan benda tersebut tidak dibebani dengan hak tanggungan.
Berdasarkan UU Jaminan Fidusia Nomor 42 tahun 1999, meliputi hak yang dimiliki oleh kreditur, larangan serta sanksinya, yaitu:
1. Hak Penerima atau Kreditur Fidusia
– Penerima fidusia mempunyai hak milik atas benda yang dijadikan jaminan fidusia. Namun, barang tersebut masih dalam penguasaan pemilik sahnya.
– Penerima fidusia dapat menjual barang jaminan, tapi tetap memerlukan putusan dari pengadilan atau hakim dengan kekuatan hukum yang tetap.
– Penerima fidusia akan mempunyai hak kepemilikan benda yang dijadikan sebagai objek jaminan fidusia, jika sudah melakukan eksekusi.
2. Larangan, tidak boleh melakukan pengalihan ulang terhadap benda yang sebelumnya sudah terdaftar menjadi objek jaminan. Bagi pemberi fidusia tidak boleh mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang menjadi objek jaminan fidusia tanpa persetujuan tertulis dari penerimanya.
3. Sanksi, pemberi jaminan fidusia adalah seorang yang apabila sengaja melakukan pengalihan, penggadaian, hingga menyewakan objek jaminan fidusia tanpa adanya persetujuan tertulis dari penerima fidusia. Namun, melalui kasus tersebut akan diberi sanksi berupa penjara antara satu hingga paling lama lima tahun, atau denda sekitar Rp10 juta sampai Rp100 juta.
Selanjutnya, ada beberapa unsur jaminan fidusia yang termasuk di dalamnya, yaitu:
1. Pihak Peminjam (Debitur), Pihak debitur dalam fidusia adalah seorang individu, korporasi, serta lembaga yang melakukan kredit barang atau meminjam uang, dengan pembayarannya dijamin oleh jaminan fidusia. Untuk itu, peminjam mempunyai hak atas barang yang menjadi objek jaminan miliknya, hingga ia memenuhi kewajibannya atas kesepakatan perjanjian untuk melunasi cicilan.
2. Pihak Pinjaman (Kreditur), Pihak kreditur fidusia adalah orang perseorangan, atau korporasi, di mana mereka mempunyai hak kepemilikan benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Pihak pinjaman membuat perjanjian yang telah disepakati oleh debitur berupa jaminan dan persyaratan lainnya.
3. Barang Jaminan, barang jaminan fidusia yaitu berupa aset yang dijaminkan oleh seorang debitur sebagai bentuk pembayaran hutang sesuai dengan dengan kesepakatan yang telah dibuat. Adapun benda-benda yang bisa dijadikan sebagai jaminan fidusia sesuai dengan UU yang berlaku, seperti:
– Benda bergerak baik yang berwujud ataupun tidak.
– Benda yang tidak bergerak, yaitu kendaraan bermotor, mobil, rumah, tanah, dan yang lainnya.
4. Akta Jaminan, akta jaminan fidusia adalah berupa dokumen yang di dalamnya berisi kesepakatan antara pihak debitur dan kreditur. Sementara itu, akta jaminan fidusia harus dibuat oleh notaris, kemudian akan disahkan kepada lembaga yang berwenang. Biasanya, akta notaris akan dikenakan biaya yang jumlahnya sudah diatur melalui peraturan pemerintah.(Kelly Pabelasary)