PajakOnline.com—Koreksi fiskal merupakan kegiatan pencatatan, pembetulan, dan penyesuaian yang dilakukan oleh Wajib Pajak. Untuk itu, sebelum melakukan koreksi fiskal biasanya Wajib Pajak diimbau untuk mengetahui kebijakan fiskal yang berlaku di Indonesia.
Secara umum, koreksi fiskal muncul karena adanya perbedaan dalam pengakuan penghasilan dan biaya dalam laporan keuangan akuntansi komersial dengan akuntansi pajak. Dalam penyampaian koreksi fiskal untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berhak menindaklanjuti koreksi tersebut.
Sementara itu, di Indonesia, berlaku dua jenis koreksi fiskal, yaitu koreksi fiskal positif dan koreksi fiskal negatif. Berikut penjelasannya:
1. Koreksi fiskal positif biasanya terkait biaya-biaya yang tidak diperbolehkan oleh pajak, yang diatur dalam Pasal 9 Undang-undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh). Biaya dimaksud, diantaranya:
– Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi bagian dari tanggungannya.
– Dana dan cadangan.
– Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan.
– Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan ke pihak yang memiliki hubungan istimewa terkait pekerjaan yang dilakukan, harta yang dihibahkan, sumbangan, atau bantuan.
– PPh.
– Gaji yang dibayarkan kepada pemilik.
– Sanksi administrasi.
– Selisih penyusutan atau amortisasi komersial diatas penyusutan/amortisasi fiskal.
– Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.
2. Koreksi fiskal negatif biasanya akan menyebabkan laba kena pajak berkurang atau akan menjadi pengurangan PPh terutang. Karena pendapatan yang lebih tinggi daripada pendapat fiskal dan biaya komersial yang lebih kecil daripada biaya fiskal.
Adapun, penyebab munculnya koreksi fiskal negatif berasal dari penghasilan yang dikenakan PPh final dan penghasilan yang tidak termasuk dalam objek pajak, tetapi termasuk dalam peredaran usaha (PPh Pasal 4 ayat (2) dan selisih penyusutan komersialnya di bawah penyusutan fiskal, dan penyesuaian fiskal negatif lainnya.
Berikut contoh jenis koreksi fiskal negatif:
– Penghasilan transaksi saham.
– Penghasilan hadian atau undian.
– Penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.
– Penghasilan dari bunga deposito dan tabungan.
– Penghasilan transaksi pengalihan harta.(Kelly Pabelasary)