PajakOnline.com—Dalam memenuhi kewajiban perpajakan, setiap Wajib Pajak harus mengetahui dan memahami hak dan kewajibannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Salah satu hal yang berkaitan dengan kewajiban perpajakan adalah Surat Ketetapan Pajak (SKP). Surat ini diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengingatkan Wajib Pajak atas kesalahan pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, kurang bayar, lebih bayar atau yang lainnya.
Secara Umum, SKP berfungsi sebagai dasar untuk menagih pajak, memberikan sanksi administrasi, atau memberitahukan status Wajib Pajak. Berdasarkan Undang-Undang No 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), SKP adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB).
Penerbitan suatu SKP hanya terbatas pada Wajib Pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak. Adapun pihak yang berwenang mengeluarkan berbagai SKP adalah Kantor Pajak Pratama (KPP), berdasarkan hasil pemeriksaan pajak.
Jenis-jenis SKP.
1. Surat Tagihan Pajak (STP)
STP adalah surat untuk menagih pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Berdasarkan UU KUP, STP disamakan kekuatan hukumnya dengan SKP sehingga dalam hal penagihannya bisa juga dilakukan dengan Surat Paksa. Menariknya, STP bisa diterbitkan baik berdasarkan hasil penelitian data administrasi perpajakan, hasil pemeriksaan, maupun hasil pemeriksaan ulang.
Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) dapat menerbitkan STP jika:
a. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung
b. Pajak Penghasilan (PPh) dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar
c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga
d. PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; atau
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu
f. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN)
Wajib Pajak mendapat STP lantaran alasan poin a atau b, maka jumlah kekurangan pajak terutang merupakan yang tercantum dalam STP ditambah bunga 2 persen per bulan untuk maksimal 24 bulan. Waktu tersebut terhitung sejak terutangnya pajak, atau bagian tahun pajak, atau tahun pajak sampai terbitnya SPT.
Di sisi lain, jika penerima STP adalah pengusaha seperti yang disebutkan di poin d dan e, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2 persen dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Dan untuk PKP yang disebut pada poin f, maka akan dikenakan denda sebesar 2 per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
SKPKBT merupakan SKP yang diterbitkan apabila Wajib Pajak telah menerima SKPKB, tetapi masih terdapat kekurangan pembayaran pajak yang harus dibayarkan. Artinya, Wajib Pajak masih terdapat kekurangan pembayaran, meski telah membayar sebagian dari jumlah pokok pajak yang terutang.
Dirjen Pajak berwenang menerbitkan SKPKBT dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak. Pada prinsipnya, penerbitan SKPKBT memerlukan pemeriksaan, dan jika SKP sebelumnya diterbitkan telah berdasarkan pemeriksaan, maka penerbitan SKPKBT perlu dilakukan pemeriksaan ulang.
3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 80 Tahun 2023 (PMK 80/2023), SKPKB adalah SKP yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. Jenis SKP ini diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak.
SKPKB hanya diterbitkan untuk Wajib Pajak yang berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain tidak memenuhi kewajiban formal dan/atau kewajiban material. Secara garis besar, terbitnya SKPKB ini karena Wajib Pajak kurang atau tidak membayar pajak terutang, telat menyampaikan SPT dari waktu yang telah ditentukan dan telah diberikan surat teguran, adanya salah hitung terkait PPN dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang dikenai tarif 0 persen, atau terdapat kewajiban yang tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak terutang.
SKPKB memiliki beberapa fungsi penting. Yaitu pertama, untuk mengoreksi atas jumlah pajak yang terutang berdasarkan dengan SPT tahunan. Kedua, sebagai sarana administrasi yang dapat mengenakan sanksi bagi Wajib Pajak terkait. Ketiga, sebagai alat untuk menagih pajak.
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
SKPLB adalah SKP yang diterbitkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan SPT oleh kantor pajak, ternyata jumlah pembayaran pajak oleh Wajib Pajak lebih besar daripada jumlah pokok pajak yang seharusnya dibayar.
SKPLB memiliki fungsi penting sebagai bukti bahwa Wajib Pajak telah melakukan pembayaran melebihi kewajiban perpajakan dan berhak untuk meminta pengembalian uang dari Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
5. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
SKPN adalah SKP yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Sederhananya, SKPN diterbitkan apabila setelah dilakukan pemeriksaan oleh KPP, ternyata tidak ada kewajiban untuk membayar pajak atau kewajiban membayar pajak sudah dilakukan secara tepat waktu dan lengkap.
SKPN memiliki fungsi penting sebagai bukti bahwa Wajib Pajak telah memenuhi kewajiban perpajakan dan tidak ada lagi kewajiban membayar pajak yang harus dipenuhi. (Wiasti Meurani)