PajakOnline.com—Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendukung penuh pelaku UMKM semakin tumbuh dan berkembang maju. Sektor UMKM menjadi backbone, tulang punggung perekonomian nasional dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) saat ini mencapai lebih dari 61 persen. Selain itu, sektor UMKM juga mampu menyerap tenaga kerja mencapai 97 persen dari total tenaga kerja Indonesia.
Secara konkret dukungan pemerintah tersebut diwujudkan dengan memberikan insentif pajak. Bahkan insentif pajak untuk UMKM kini diberlakukan permanen, berupa pembebasan Pajak Penghasilan (PPh) final untuk UMKM dengan omzet tertentu.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberlakukan ketentuan batas peredaran bruto atau omzet tidak kena pajak sebesar Rp500 juta bagi wajib pajak orang pribadi UMKM. Insentif ini diberikan untuk menggantikan skema pajak ditanggung pemerintah (DTP), yang diberikan kepada UMKM saat pandemi Covid-19 bergejolak hebat.
Dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pemerintah turut mengubah ketentuan mengenai pajak penghasilan (PPh) mulai tahun pajak 2022. Wajib pajak orang pribadi UMKM yang membayar pajak menggunakan skema PPh final UMKM akan mendapatkan fasilitas batas omzet tidak kena pajak sebesar Rp500 juta. Dengan fasilitas ini UMKM yang omzetnya hingga Rp500 juta dalam setahun tidak perlu membayar PPh final yang tarifnya 0,5%.
Kebijakan tersebut bukan hanya akan berpengaruh bagi sektor UMKM, tetapi juga korporasi besar karena perusahaan-perusahaan tersebut menjadi mitra dari pelaku usaha-usaha kecil, misalnya supplier atau distributor.
Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Barat (Jabar) II Ir. Harry Gumelar M.Sc mengungkapkan, pendampingan kepada para pelaku UMKM turut dilakukan kanwil sebagai instansi vertikal kantor pusat DJP.
“Kami lakukan pembinaan dan pendampingan para pelaku UMKM, antara lain melalui program Business Development Services (BDS). Salah satu contohnya, yang aktif dan massif di Kabupaten Cirebon, KPP berkolaborasi dengan para pelaku UMKM dan Bank Indonesia (BI), karena di sana banyak pengrajin, sampai ada Hari Belanja Online di UMKM atau Harbolkum pasar online,” kata Harry Gumelar yang akrab disapa Hargum.
Kanwil DJP Jabar II sendiri wilayah kerjanya meliputi Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Subang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Cirebon, Kota Cirebon, Kabupaten Kuningan, dan Majalengka. Hargum menjelaskan pembinaan tersebut mengedepankan pengembangan dan kemajuan usaha dari UMKM dan meningkatkan kepatuhan terhadap kewajiban perpajakannya. “Diharapkan para pelaku UMKM naik kelas dan menjadi pembayar pajak yang patuh,” kata Hargum.
Menurut Hargum, problematika klasik yang dihadapi para pelaku UMKM selain modal, pasar, juga administratif. Kebanyakan pelaku UMKM tidak memiliki pembukuan yang rapi. “Padahal kalau mereka memiliki pembukuan yang rapi, pencatatan omzetnya dapat diketahui untung dan rugi dengan jelas. Mereka dapat memilih apakah memakai tarif PPh Final UMKM atau tidak. Kalau tidak pakai PPh Final 0,5%, saat mereka rugi tidak usah membayar pajak,” kata Hargum. Oleh karena itu, pelatihan pencatatan rugi-laba, agar UMKM mahir pembukuan juga dilakukan. “Pembukuan secara sederhana bagi UMKM bisa pula menggunakan beragam aplikasi online,” kata Hargum.
Hargum mengatakan, jangan ada kerancuan mengenai penyebutan pelaku UMKM yang masih dibantu pemerintah. Dari sisi pajak batasannya adalah omzet yakni para pelaku usaha yang beromzet maksimal Rp4,8 miliar di dalam satu tahun pajak sesuai PP 23/2018 yang diperbaharui PP 55/2022.
“Karena, ada juga UMKM yang omzetnya sudah melebihi Rp4,8 miliar,” kata Hargum. Pajak UMKM diberikan kepada para pelaku usaha yang beromzet maksimal Rp4,8 miliar setahun mereka dapat memilih membayar tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final 0,5%.
Bersambung…
(Multiplier effect industri otomotif di sepanjang Kabupaten Bekasi hingga Karawang, corporate tax, dan kontribusi penerimaan pajak terhadap pemulihan ekonomi nasional)
Baca juga tulisan sebelumnya: Harry Gumelar, Kepala Kanwil DJP Jabar II: Sadar Pajak Perlu Diimbangi Peningkatan Layanan