PajakOnline.com—Sektor otomotif merupakan salah satu industri terpenting di Indonesia. Selama pandemi, terutama di awal-awal pandemi menerjang, industri otomotif mengalami pukulan telak lantaran adanya pembatasan mobilitas masyarakat. Industri otomotif menjadi salah satu industri yang terpuruk akibat tekanan pandemi dan memerlukan dukungan pemerintah untuk pulih. Pemerintah kemudian memberikan bantuan berupa insentif pajak.
“Insentif pajak terbukti pulihkan sektor otomotif. Multiplier effect karena sektor otomotif ini padat karya memiliki rantai pasok industri turunannya yang terdiri dari para pelaku usaha skala menengah dan kecil,” kata Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) DJP Jawa Barat (Jabar) II Ir. Harry Gumelar M.Sc yang akrab disapa Hargum.
Hargum mengungkapkan, cukup banyak wajib pajak yang memanfaatkan insentif pajak di wilayahnya. Pada tahun 2020 totalnya sebanyak 11.308 wajib pajak. Tahun 2021 bertambah mencapai 14.000 lebih wajib pajak. “Yang paling banyak dimanfaatkan itu PPh Pasal 21 karyawan. Kemudian, banyak juga yang memanfaatkan insentif untuk PPh Pasal 25,” kata Hargum.
Sepanjang Kabupaten Bekasi sampai Karawang, sambung Hargum, mayoritas adalah pabrik-pabrik industri otomotif dan industri penopangnya dengan jutaan pekerja.
Pada kuartal II/2020, PDB industri otomotif sempat anjlok sampai 34%. “Awal masa pandemi tekanannya terasa sekali karena penerimaan pajak menurun. Daya beli masyarakat terjun bebas, sehingga otomatis pajaknya turun,” kata Hargum.
Sekarang, sektor otomotif sudah menunjukkan pemulihan seiring dengan dukungan insentif pajak dan pandemi yang makin tertangani. “Insentif pajak sektor otomotif mendorong daya beli masyarakat. Karena harga mobil jadi lebih murah akhirnya orang ramai beli mobil pada saat itu,” kata Hargum.
Hargum mengatakan, walaupun banyak industri atau pabrik-pabrik otomotif, namun dia tidak mendapatkan corporate tax mereka. “Sebagian besar pindah ke LTO (Large Tax Office/Kantor Wajib Pajak Besar). Corporate tax-nya tidak di kami. Jadi, walaupun di sepanjang Kabupaten Bekasi sampai ke Cirebon banyak perusahaan gede-gede, terdaftarnya di LTO. Kalau di saya (Kanwil DJP Jawa Barat II), lebih banyak PPh Pasal 21 karyawan,” katanya seraya menyebutkan sektor yang berperan besar dalam penerimaan pajak di Kanwil DJP Jabar II porsi terbesarnya 65% di industri pengolahan. Porsi kedua di perdagangan besar dan eceran sebesar 13%. Kemudian, transportasi pergudangan 3%, dan sektor properti real estat 3%.
Menurut Hargum, pengelompokkan pajak dari wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi perlu
diperbaiki. “Karena semua yang dibayar corporate itu dianggap corporate tax. Misalnya membayar pajak Rp2 triliun, ternyata corporate tax-nya Rp500 miliar dan Rp1,5 triliun adalah PPh Pasal 21,” kata Hargum. PPh Pasal 21 adalah pajak yang dibayarkan karyawan. Kalau kita bicara siapa yang membayar, memang korporat yang membayarkan, tapi sebenarnya itu adalah pajak gaji karyawan.
Hargum meneruskan, selama tidak ada pemutusan hubungan kerja massal maka penerimaan pajak di wilayahnya masih akan bagus karena penyumbang terbesarnya adalah PPh Pasal 21. Di Kanwil DJP Jawa Barat II, kontribusi terbesar untuk PPh sebesar 47% dari PPh Pasal 21. “Dominan PPh Pasal 21 ini karena memang di sini banyak pabrik dengan banyak pekerja,” kata dia.
Hargum menjelaskan, struktur wajib pajak di wilayahnya kebanyakan wajib pajak orang pribadi. Terdiri atas 2,3 juta wajib pajak orang pribadi karyawan dan sekitar 1,2 juta wajib pajak orang pribadi non karyawan. Untuk wajib pajak badannya, sebanyak 117.000 wajib pajak badan pusat yang memang berkantor wilayah kerja Jabar II dan ada sekitar 16.000 wajib pajak cabang. Mereka itu berpusatnya di Kanwil DJP Wajib Pajak Besar atau Kanwil DJP Jakarta Khusus atau kanwil-kanwil di Jakarta.
Untuk kepatuhan wajib pajak, tambah Hargum, capaiannya 86%. Dia berharap kepatuhan nantinya mencapai 100%. Petugas pajak bersama relawan pajak akan mendatangi pabrik-pabrik pada bulan Maret dan April ini, membantu wajib pajak melaporkan SPT Tahunan. Soal realisasi penerimaan pajak, Kanwil DJP Jabar II mencatat perolehan tahun lalu mencapai nominal Rp32 triliun. “Capaian sebesar 98,58 persen dari target yang dibebankan,” kata Hargum.
Hargum menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan berkontribusi optimal tahun-tahun sebelumnya. Setiap rupiah uang pajak yang dibayarkan menjadi penerang ekonomi dan roda penggerak. Sehingga perekonomian kembali pulih dan terus melaju. “Semua ini berkat kontribusi dari seluruh masyarakat pembayar pajak yang berkomitmen penuh untuk menjamin keberlangsungan pembangunan Indonesia tercinta,” pungkas Hargum.
Baca juga tulisan sebelumnya: