PajakOnline.com—Memasuki bulan Desember 2023, risiko dan ketidakpastian global tetap tinggi. Prospek pertumbuhan global melemah sebagaimana diproyeksikan World Bank dan IMF (masing-masing sebesar 2,1% dan 3,0% (yoy) untuk tahun 2023 dan 2,4% dan 2,9% (yoy) untuk tahun 2024), perkiraan inflasi tetap tinggi (IMF: 6,9% tahun 2023 dan 5,8% tahun 2024). Dinamika ekonomi negara-negara utama serta peningkatan tensi geopolitik meningkatkan downside risk yang berdampak global. Hal tersebut disampaikan dalam siaran pers Kementerian Keuangan (Kemenkeu), dikutip Selasa (19/12/2023).
Kemenkeu memaparkan, PMI Manufaktur Global per November 2023 masih berada di zona kontraksi, pada level 49,3. Sekitar 69,6% negara yang disurvei masih mengalami kontraksi aktivitas manufaktur, antara lain: Eropa, Jerman, Perancis, Inggris, Italia, Jepang, Korea Selatan, Thailand, Malaysia, Vietnam, Kanada, Brazil, Afrika Selatan, Turki, dan Australia, serta Amerika Serikat yang kembali ke zona kontraksi setelah bulan lalu sempat pulih. Sementara aktivitas sektor manufaktur di Tiongkok meningkat ke zona ekspansi, demikian pula dengan Indonesia yang terus berada di zona ekspansi.
Harga komoditas berfluktuasi dipicu faktor geopolitik dan cuaca. Harga minyak dunia turun 14,6% (ytd) ke level USD73,3 per barel, demikian pula harga gas alam dan batu bara yang masing-masing turun 43,7% (ytd) dan 63,8% (ytd). Harga komoditas pangan dan pertanian juga mengalami penurunan secara year to date (CPO 14,8%, gandum 23,4%, kedelai 4,9%, dan beras 6,5%). Volatilitas harga komoditas perlu dicermati dan diantisipasi terutama pada komoditas beras.
Inflasi domestik bulan November 2023 mencapai 2,86% (yoy), meningkat dari inflasi bulan Oktober 2023. Upaya pengendalian harga pangan terus konsisten dilaksanakan.
Neraca perdagangan Indonesia masih tetap mencatatkan surplus (memasuki bulan ke-43). Di bulan November 2023, kontraksi ekspor mengecil dan impor mampu tumbuh positif. Ekspor terkontraksi 8,6% (yoy) menjadi USD22,00 miliar, sementara impor tumbuh 3,3% (yoy) menjadi USD19,59 miliar. Surplus neraca perdagangan tercatat sebesar USD2,41 miliar (secara akumulasi dari Januari-November mencapai USD33,63 miliar).
Kinerja pasar keuangan domestik cenderung sideways. Nilai tukar Rupiah terjaga dan pasar SBN mengalami tren inflow serta penurunan yield, sementara pasar saham masih tertekan. Nilai tukar Rupiah mengalami apresiasi dibanding awal tahun 2023 (menguat 0,64% ytd). Hingga 12 Desember 2023, capital inflow tercatat sebesar Rp60,67 triliun (ytd). Capital inflow ini didorong inflow di pasar SBN sebesar Rp76,33 triliun (ytd), sementara di pasar saham terjadi outflow Rp15,66 triliun (ytd). Yield SUN 10Y juga membaik, turun dari 7,22% pada 24 Oktober 2023 menjadi 6,74% pada 13 Desember 2023 sejalan dengan penurunan Yield UST.
Hingga November 2023, gerak perekonomian domestik masih terjaga. Aktivitas produksi masih cukup kuat, ditunjukkan oleh PMI Manufaktur Indonesia yang terus ekspansif, mencapai 51,7. Konsumsi listrik tumbuh tinggi, 14,0% (yoy) untuk bisnis dan 6,7% (yoy) untuk industri. Dari sisi konsumsi, Indeks Keyakinan Konsumen masih terjaga cukup tinggi mencapai 123,6. Penjualan kendaraan menunjukkan perbaikan dibandingkan bulan sebelumnya, yaitu penjualan mobil dari tumbuh -13,8% menjadi -7,5% serta penjualan motor dari tumbuh -4,0% menjadi -2,8% (yoy). Selain itu, Indeks Penjualan Riil tetap meningkat mencapai 2,9% (yoy) dan konsumsi semen kembali tumbuh tinggi 17,9% (yoy).
Kinerja APBN hingga 12 Desember 2023 lebih kuat dari target awal. Pendapatan negara tumbuh positif dan belanja negara semakin optimal.
Hingga 12 Desember 2023, realisasi Belanja Negara mencapai Rp2.588,2 triliun atau 84,55% pagu APBN, atau 83,03% pagu Perpres 75/2023. Komponen Belanja Pemerintah Pusat (BPP) telah terealisasi sebesar Rp1.840,4 triliun (81,9% dari pagu APBN), ditopang Belanja K/L sebesar Rp946,1 triliun dan Belanja non-K/L sebesar Rp894,3 triliun. Sebanyak 57,6% dari BPP atau sebesar Rp1.060,0 triliun merupakan belanja yang memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, baik di sektor perlindungan sosial, petani, dan UMKM, sektor Pendidikan, dan sektor infrastruktur.
Kemenkeu menyebutkan, Dukungan APBN kepada APBD melalui Transfer ke Daerah (TKD) tumbuh dibandingkan tahun sebelumnya, mencapai Rp747,8 triliun (91,8% dari pagu) atau naik 0,6% (yoy). TKD memberi kontribusi besar untuk pertumbuhan ekonomi dan kualitas layanan publik di daerah. Dana Alokasi Umum (DAU) tumbuh 0,1% (yoy), didukung penyaluran tahap III DAU bidang pendidikan, kesehatan, dan bidang PU termasuk untuk penggajian PPPK. Dana istimewa meningkat 4,0% (yoy) disebabkan peningkatan pagu alokasi tahun 2023 dibandingkan tahun 2022. Dana Alokasi Khusus (DAK) nonfisik mengalami pertumbuhan 6,5% (yoy), didukung peningkatan kepatuhan penyampaian syarat salur. Sementara itu, penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) lebih rendah 0,6% (yoy), Dana Otonomi Khusus lebih rendah 15,6% (yoy) meskipun telah tersalur 100%, dan penyaluran Insentif Fiskal (IF) turun 0,2% (yoy). DAK Fisik lebih rendah secara nominal, namun secara persentase penyaluran mengalami peningkatan.
Pembiayaan Investasi 2023 difokuskan untuk mendorong produktivitas dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan investasi telah disalurkan untuk mendukung kesinambungan pelaksanaan program-program Pemerintah yang memiliki multiplier effect besar terhadap perekonomian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sampai dengan 12 Desember 2023, telah dicairkan pembiayaan investasi sebesar Rp73,89 triliun, antara lain untuk lingkungan melalui Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), untuk kerja sama pembangunan melalui Lembaga Dana Kerja Sama Pembangunan Internasional (LDKPI), untuk mencerdaskan bangsa melalui Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) melalui Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN), dan untuk menyediakan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Realisasi Pendapatan Negara mencapai Rp2.553,2 triliun, atau 103,7% dari target APBN, dan diperkirakan dapat mencapai target Perpres 75/2023 di akhir tahun 2023. Pendapatan Negara dari Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tumbuh positif, sementara Pendapatan Kepabeanan dan Cukai menurun.
Penerimaan Pajak telah melampaui target APBN 2023 yaitu mencapai Rp1.739,8 triliun (101,3% target APBN), atau tumbuh 7,3% (yoy). Penerimaan pajak mampu tumbuh positif dan melampaui target APBN pada saat terjadi penurunan harga komoditas, didukung kondisi ekonomi domestik yang masih kuat serta peningkatan pengawasan dan pelayanan kepada Wajib Pajak. Seluruh kelompok pajak tumbuh positif kecuali PPh Migas yang mengalami kontraksi akibat moderasi harga minyak bumi dan gas alam. Selain itu, pertumbuhan neto kumulatif mayoritas jenis pajak dominan positif kecuali pajak-pajak impor yang masih tertekan sejalan dengan penurunan nilai impor.
Penerimaan Kepabeanan dan Cukai mencapai Rp256,5 triliun (84,6% dari target APBN atau 85,5% target Perpres 75/2023), turun 11,7% (yoy). Penerimaan Bea Masuk turun 0,1% (yoy) disebabkan penurunan nilai impor hingga Oktober yang mencapai 7,8% (yoy) dan peningkatan penggunaan FTA yang mencapai 34% (tahun sebelumnya 33,6%). Selanjutnya, Bea Keluar turun 68,5% (yoy) akibat penurunan harga Crude Palm Oil (CPO) meskipun volume ekspor tumbuh, turunnya harga dan volume ekspor tembaga, dan berhentinya ekspor bauksit sejak Maret. Sementara itu, penurunan penerimaan Cukai disebabkan oleh penerimaan Cukai Hasil Tembakau yang turun 3,7% (yoy) karena penurunan produksi.
Realisasi PNBP mencapai Rp554,5 triliun (125,6% dari target APBN atau 107,5% dari target Perpres 75/2023) atau tumbuh 3,1% (yoy). Di tengah fluktuasi harga komoditas, kinerja positif PNBP tetap terjaga terutama didorong oleh peningkatan pendapatan SDA non-Migas, Kekayaan Negara Dipisahkan (KND), dan PNBP lainnya. Pendapatan SDA non-migas mencapai Rp131,0 triliun (202,1% dari target APBN atau 109,4% target Perpres 75/2023), meningkat akibat penyesuaian tarif iuran produksi/royalti batubara dan dampak implementasi Automatic Blocking System (ABS), pemanfaatan data analitik SIMBARA, serta profiling Wajib Bayar dalam pelaksanaan pengawasan. Pendapatan KND mencapai Rp81,5 triliun (166,1% dari target APBN atau 100,0% target Perpres 75/2023) disumbang setoran dividen BUMN perbankan dan non-perbankan.
PNBP Lainnya mencapai Rp152,3 triliun (134,4% target APBN atau 115,8% target Perpres 75/2023) menurun disebabkan oleh penurunan pendapatan Penjualan Hasil Tambang (PHT) dan pendapatan minyak mentah (DMO), namun kontribusi PNBP K/L cukup kuat menyumbang Rp123,9 triliun terutama dari kontribusi penempatan uang di BI, penerimaan BHP Frekuensi pada Kemenkominfo, kenaikan volume layanan khusus visa dan paspor, dan pendapatan yang berasal dari putusan pengadilan tipikor pada Kejaksaan.
Sementara itu, pendapatan SDA Migas (83,1% dari target APBN atau 105,2% target Perpres 75/2023) melambat disebabkan oleh menurunnya Indonesian Crude Price (ICP) dan lifting minyak bumi, serta pendapatan BLU (97,3% dari target APBN atau 101,6% target Perpres 75/2023) turun disebabkan penurunan pendapatan BLU kelapa sawit akibat penurunan Permintaan dan harga CPO.
Kemenkeu menyampaikan, APBN hingga 12 Desember 2023 mencatatkan defisit sebesar Rp35,0 triliun atau 0,17% PDB, sementara keseimbangan primer tercatat positif sebesar Rp378,6 triliun (12 Des 2022: positif Rp120,1 triliun). Pembiayaan anggaran terealisasi Rp289,6 triliun. Pembiayaan utang lebih rendah dari target APBN maupun Perpres 75/2023. Pembiayaan utang (neto) melalui SBN dan pinjaman mencapai Rp345,0 triliun (49,6% % target APBN atau 81,9% target Perpres 75/2023), atau turun 36,6% (yoy).
Sebagai kesimpulan, kinerja perekonomian Indonesia terjaga baik di tengah risiko dan ketidakpastian global yang masih tinggi. Laju pertumbuhan ekonomi tahun 2023 diperkirakan dapat dijaga di kisaran 5%, ditopang oleh permintaan domestik yang masih kuat. Kinerja APBN yang sehat sebagai shock absorber dan mendukung transformasi ekonomi akan terus dijaga dan dioptimalkan. Pemerintah akan terus menjaga momentum pemulihan ekonomi hingga akhir tahun 2023, agar dapat menjadi fondasi yang kuat bagi pertumbuhan yang lebih kuat, inklusif, dan berkelanjutan.