PajakOnline.com—Dalam pelaporan SPT oleh Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha, tidak hanya menghitung besaran PPh dengan memasukkan seluruh penghasilan atau biaya yang diterima dan dikeluarkan. Tetapi, Wajib Pajak juga perlu menentukan dan menelaah kembali pendapatan yang didapat merupakan objek pajak atau bukan dan biaya yang dikeluarkan boleh menjadi pengurang atau tidak dalam menghitung besaran PPh terutang.
Dalam pasal 6 dan pasal 9 UU PPh bahwa penentuan atau penghitungan kembali biaya yang dapat atau tidak dapat dikurangkan ini terdapat pada sebuah kegiatan yakni rekonsiliasi fiskal di dalamnya terdapat koreksi fiskal positif dan negatif. Sementara itu, Rekonsiliasi fiskal positif artinya biaya yang telah dikurangkan akan dikeluarkan dari pengurang, sehingga penghasilan kena pajak akan bertambah, dan sebaliknya. Salah satu permasalahan yang cukup sering dihadapi Wajib Pajak yaitu terkait biaya bersama.
Bagaimana menentukan proporsi atas biaya yang digunakan atas sebuah kegiatan untuk kepentingan bersama. Contohnya seperti biaya yang digunakan untuk kepentingan perusahaan atau pemberi kerja dan digunakan untuk kepentingan pegawai, atau dalam hal ini pegawai tertentu yang memang diberikan fasilitas khusus karena jabatan atau pekerjaannya. Maka, contoh penerapannya yaitu biaya atas pemakaian handphone dan kendaraan sedan atau sejenis yang diberikan kepada manajer, kepala seksi, ataupun pegawai tertentu lainnya.
Sesuai dengan KEP-220/PJ/2002, pembebanan biaya perolehan atau pembelian handphone yang dimiliki perusahaan atau pemberi kerja dan digunakan oleh pegawai tertentu karena jabatannya, maka dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan dalam memperhitungkan besaran penghasilan kena pajak hanya sebesar 50% dari jumlah biayanya.
Pembebanan ini dilakukan dengan cara penyusutan aktiva tetap kelompok I, yaitu dengan masa manfaat 4 tahun. Oleh karena itu, atas biaya isi ulang pulsa dan perbaikan handphone tersebut hanya dapat dibebankan sebesar 50% dari biaya yang dikeluarkan di tahun pajak bersangkutan.
Sedangkan untuk kendaraan sedan atau sejenisnya yang dimiliki oleh perusahaan atau pemberi kerja dan digunakan oleh pegawai tertentu karena jabatannya, maka dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% dari jumlah biayanya. Pembebanan ini dilakukan dengan cara penyusutan aktiva tetap kelompok II, yaitu dengan masa manfaat 8 tahun.
Untuk biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin kendaraan tersebut juga hanya dapat dibebankan sebesar 50% dari jumlah biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin dalam tahun pajak yang bersangkutan. Namun dengan diterbitkannya UU HPP dan peraturan turunannya, maka ketentuan ini menjadi berubah.
Sesuai pasal 4 ayat (1) UU PPh yang terakhir diubah dengan UU HPP, maka natura atau kenikmatan kini menjadi objek PPh. Sehingga biaya atas pemberian natura atau kenikmatan menjadi dapat dibebankan dalam memperhitungkan penghasilan kena pajak. Untuk itu, pemberian fasilitas berupa handphone dan kendaraan sedan atau sejenisnya bagi pegawai tertentu termasuk dalam natura atau kenikmatan.
Kemudian, berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 66 tahun 2023, biaya dan penggantian atau imbalan yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa dapat dikurangkan dari penghasilan untuk menentukan besaran penghasilan kena pajak sepanjang ia termasuk biaya 3M, yakni biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Jadi, biaya terkait perolehan atau pembelian handphone, biaya isi ulang pulsa handphone tersebut, biaya perolehan kendaraan sedan, serta biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin sedan yang diberikan kepada pegawai tertentu semuanya dapat dibebankan sebagai biaya untuk menghitung penghasilan kena pajak bagi perusahaan atau pemberi kerja bersangkutan.
Selain itu, tidak ada batasan-batasan tertentu untuk biaya dalam bentuk natura atau kenikmatan yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan. Namun bagi pegawai bersangkutan sebagai penerima natura atau kenikmatan, terdapat beberapa batasan tertentu supaya natura atau kenikmatan tersebut dikecualikan dari objek pajak.
Untuk handphone, maka batasannya adalah handphone tersebut diterima atau diperoleh pegawai dan menunjang pekerjaan pegawai bersangkutan. Sedangkan untuk kendaraan, pegawai tersebut bukanlah pegawai yang memiliki penyertaan modal pada perusahaan atau pemberi kerja yang memberikan natura atau kenikmatan, dan rata-rata penghasilan bruto dalam 12 bulan terakhir maksimal Rp100.000.000 per bulan dari pemberi kerja tersebut.(Kelly Pabelasary)