PajakOnline.com—Depresiasi pajak merupakan konsep alokasi harga pendapatan aset yang berwujud berdasarkan masa berlakunya. Pengertian tersebut berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh).
Penyusutan atau depresiasi ini menunjukkan seberapa banyak nilai aset yang telah digunakan oleh pemiliknya. Perhitungan tarif depresiasi pajak akan memengaruhi laporan keuangan di dalam akuntansi dan pelaporan pajak, sehingga nilainya bisa dihitung secara efisien.
Seperti yang sudah dijelaskan, secara konsep, depresiasi pajak adalah alokasi biaya pendapatan suatu aktiva tetap (kecuali tanah) selama masa manfaat tertentu sesuai dengan kelompok harta. Aturan tersebut tercantum dalam Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh).
Depresiasi atau penyusutan tersebut dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk aset yang masih dalam proses pengerjaan. Depresiasi pada aset yang masih dalam pengerjaan akan dilakukan pada bulan selesainya proses tersebut. Sementara itu, masa manfaat aktiva tetap disesuaikan berdasarkan pengelompokan yang dibuat oleh Menteri Keuangan.
Untuk menghitung besarnya depresiasi pajak aset tetap berwujud dikelompokkan menjadi dua golongan, antara lain:
1. Aset Berwujud dan Bukan Bangunan
Pengelompokan depresiasi pajak untuk aset berwujud bukan bangunan terdiri dari:
– Kelompok pertama yaitu aset berwujud bukan bangunan yang memiliki masa manfaat 4 tahun.
– Kelompok kedua yaitu aset berwujud bukan bangunan yang memiliki masa manfaat 8 tahun.
– Kelompok ketiga yaitu aset berwujud bukan bangunan yang memiliki masa manfaat 16 tahun.
– Kelompok empat yaitu harta berwujud bukan bangunan yang memiliki masa manfaat 20 tahun.
2. Aset Berwujud Bangunan
Aset tetap berwujud yang berupa bangunan dikelompokkan menjadi dua, yakni:
– Permanen, memiliki masa manfaat 20 tahun.
– Tidak permanen, memiliki masa manfaat kurang atau sama dengan 10 tahun.
Metode Perhitungan Tarif Depresiasi Pajak
Nilai depresiasi mewakili seberapa banyak jumlah aset tersebut telah digunakan. Perhitungannya akan berdampak pada laporan keuangan dan pelaporan pajak sehingga nilainya bisa dihitung lebih efisien. Pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan aset berwujud seperti tanah hak milik, termasuk hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai pertama kali tidak boleh disusutkan.
Kecuali jika tanah tersebut digunakan oleh perusahaan dan dimiliki untuk mendapatkan penghasilan dengan syarat nilai aset itu berkurang karena penggunaannya.
Dalam menghitung nilai penyusutan, terdapat dua metode sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008, yaitu sebagai berikut:
1. Metode garis lurus, depresiasi dilakukan pada bagian-bagian yang sama besar selama masa manfaat yang telah ditentukan bagi aset tersebut.
2. Metode saldo menurun, penyusutan dilakukan dalam bagian-bagian yang mengalami penurunan selama masa manfaat dan dihitung dengan cara menerapkan tarif depresiasi atas nilai sisa buku.
Selanjutnya, pada akhir masa manfaat, nilai sisa buku disusutkan sekaligus dengan syarat dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
Jadi, dengan melakukan perhitungan tarif depresiasi tersebut, Anda bisa memperkirakan dana yang harus dikeluarkan untuk membayar pajak dan membuat laporan keuangan semakin akurat.(Azzahra Choirrun Nissa)