PajakOnline.com—Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki kewenangan untuk melakukan penyelidikan atau penyidikan pajak apabila terdapat indikasi bahwa wajib pajak terlibat dalam tindak pidana perpajakan.
Penyidikan terkait indikasi tindak pidana perpajakan, dimulai dari upaya pemeriksaan, yang dilaksanakan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP), yang menerima surat perintah pemeriksaan bukti permulaan.
Salah satu tahapan penyidikan di bidang perpajakan, adalah penindakan dan pencegahan, yang terdiri dari pemanggilan tersangka, sanksi, dan/atau ahli, penangkapan dan/atau penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
Prosedur pemanggilan tersangka dalam rangka penyidikan pajak diatur dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-06/PJ/2014 yang membahas Petunjuk Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan.
Berdasarkan SE-06/2014, alur pemanggilan tersangka dan saksi dalam penyidikan pajak, adalah sebagai berikut:
1. Pemanggilan Tersangka dan/atau Sanksi
Penyidik yang melakukan pemeriksaan dalam penyidikan pajak memiliki kewenangan untuk memanggil tersangka dan/atau saksi. Dalam surat panggilan yang sah, penyidik wajib menyebutkan alasan pemanggilan secara jelas serta berwenang memberikan sanksi yang dianggap perlu untuk dilakukan pemeriksaan.
Upaya pemanggilan tersebut, harus memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari tersangka dan/atau saksi diharuskan untuk menghadiri pemeriksaan.
Surat panggilan dalam penyidikan pajak ini, disampaikan kepada tersangka dan/atau saksi di tempat tinggal, kediaman, atau tempat yang bersangkutan berada. Surat panggilan tersebut disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal yang ditentukan untuk hadir.
Jika tersangka dan/atau saksi tidak berada di tempat, surat panggilan penyidikan pajak dapat disampaikan kepada keluarga, ketua RT, ketua RW, ketua lingkungan, kepala desa/kelurahan, atau pihak lain yang mungkin dapat menyampaikannya kepada yang bersangkutan. Proses penyampaian harus disertai dengan tanda terima sebagai bukti pengiriman surat panggilan.
2. Pemberian Penjelasan Jika Tersangka dan/atau Sanksi Menolak Panggilan
Dalam konteks penyidikan pajak, jika tersangka dan/atau saksi menolak surat panggilan pemeriksaan, petugas yang menyampaikan surat panggilan memiliki tugas untuk memberikan penjelasan. Petugas tersebut harus meyakinkan tersangka dan/atau saksi bahwa menerima dan mematuhi surat panggilan merupakan kewajiban yang harus dipatuhi sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Apabila kewajiban tersebut tidak dipenuhi, maka tersangka dan/atau saksi dapat dituntut berdasarkan pada ketentuan Pasal 216 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Jika setelah diberikan penjelasan, tersangka dan/atau saksi tetap menolak menerima surat panggilan, penyidik akan mencatat penolakan tersebut pada tindasan surat panggilan. Selanjutnya, penyidik akan menyampaikan surat panggilan tersebut melalui pos atau metode pengiriman lainnya sebagai langkah berikutnya.
Terhadap tersangka dan/atau saksi yang tidak memenuhi surat panggilan tanpa alasan yang jelas dan wajar, penyidik akan membuat surat panggilan untuk kedua kalinya.
3. Melibatkan Kepolisian
Jika tersangka dan/atau saksi tetap tidak memenuhi surat panggilan tanpa alasan yang jelas dan wajar, penyidik di bidang perpajakan akan mengajukan permintaan kepada kepolisian di wilayah tempat tinggal tersangka dan/atau saksi. Tujuannya, untuk membawa dan menghadirkan tersangka dan/atau saksi ke tempat pemeriksaan.
Jika tersangka dan/atau saksi tetap tidak dapat dihadirkan, maka penyidik dapat meminta kepolisian untuk memasukkan yang bersangkutan ke dalam daftar pencarian orang atau DPO.
Adapun, jika tersangka dan/atau saksi yang dipanggil tidak dapat memenuhi panggilan dengan alasan yang patut dan wajar, misalnya terkait kesehatan, penyidik dapat datang ke tempat kediaman yang bersangkutan untuk melakukan pemeriksaan penyidikan pajak.
Keterangan mengenai alasan kesehatan, dapat diminta dari dokter atau pejabat kesehatan atau pejabat pemerintah daerah setempat di wilayah tersangka dan/atau saksi bertempat tinggal. Apabila tersangka dan/atau saksi yang dipanggil berada di luar wilayah hukum penyidik, maka surat panggilan tetap dibuat penyidik dan meminta bantuan penyidik setempat untuk menyampaikan surat panggilan pemeriksaan.
Apabila tersangka atau saksi adalah pejabat negara/pemerintahan, pegawai negeri, pegawai lainnya, atau warga negara asing, tata cara pemanggilannya harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sementara, apabila tersangka dan/atau saksi merupakan warga negara Indonesia yang berada di luar negeri, penyidik dapat meminta bantuan penyidik kepolisian untuk melaksanakan pemeriksaan.
Di samping pemanggilan tersangka atau saksi, dalam penyidikan pajak, pihak penyidik juga memiliki hak untuk memanggil ahli guna meminta keterangan.
Pemanggilan dilakukan dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterima panggilan dan hari ahli tersebut diharuskan memenuhi panggilan. Surat panggilan ahli dalam kegiatan penyidikan pajak, disampaikan paling lambat tiga hari sebelum tanggal ditentukan untuk hadir. (Wiasti Meurani)