PajakOnline.com—Kode faktur pajak termasuk hal yang perlu diperhatikan oleh penjual dan pembeli kontraktor pajak (PKP). Sebab, hal tersebut sangat berkaitan dengan pengelolaan wajib pajak PPN. Di antara beberapa kode pajak, kode pajak 03 yaitu kode pajak yang menunjukkan bahwa tagihan pajak telah dipungut oleh pemungut selain Bendahara Negara dan digunakan untuk penyerahan Barang Kena Pajak (PDB) atau Jasa Kena Pajak (JKP), pemungut PPN lainnya, kecuali Bendahara Negara.
Pemungut PPN bukan pemerintah adalah pemungut PPN yang ditunjuk berdasarkan Keputusan PMK Menteri Keuangan yang mengatur tentang penunjukan pemungut PPN yang bersangkutan. Hal ini berlaku untuk perusahaan yang tunduk pada kontrak penambangan dan dalam kontrak sebagai pembayar PPN. Selain itu, pemungut PPN lainnya harus menggunakan kode faktur pajak 03 sebagai berikut:
– Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
– Kontraktor minyak dan gas
– Kontraktor atau pemilik/pemegang izin tenaga listrik panas bumi atau wajib pajak lainnya yang disebut pemungut PPN, termasuk badan yang tunduk pada kontrak pertambangan khusus yang disebut pembayar PPN.
Adapun aturan penggunaan kode faktur pajak 03 tertera dalam PMK nomor 85/PMK.03/2012 yang mengatur penunjukan badan usaha milik negara untuk memungut, mendaftarkan dan melaporkan pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM. Hal ini mencakup prosedur pengumpulan, kepercayaan, dan pelaporan. Dalam PMK 85/PMK.03/2012 memuat beberapa ketentuan penggunaan kode faktur pajak 03, sebagai berikut:
– Wajib menyiapkan faktur pajak dan SSP untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP.
– Faktur pajak dibuat sesuai dengan peraturan industri perpajakan.
– SSP dilengkapi dengan melampirkan NPWP dan identitas rekanan, tetapi SSP ditandatangani oleh Badan Usaha Milik – Negara sebagai kustodian atas nama rekanan.
– Dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak selain PPN dan PPnBM yang terutang, wajib pajak juga harus menyatakan jumlah PPnBM yang terutang dalam faktur pajak.
– Faktur pajak dibuat rangkap tiga. Lembar pertama ditujukan untuk pembeli BKP atau penerima JKP sebagai bukti pajak masukan. Lembar kedua diserahkan ke PKP yang membuat faktur pajak sebagai bukti pajak penjualan. Lembar ketiga diberikan kepada penagih wajib atau WAPU sebagai laporan SPT ke KPP.
– Rekanan membuat 5 salinan SSP dengan identitas rekanan, antara lain nama BUMN dan NPWP. Lembar pertama untuk wajib pajak. Lembar kedua ke KPPN melalui Bank Persepsi. Lalu, formulir rekanan ketiga dilampirkan pada SPT pajak penjualan musiman. Lembar keempat untuk Bank atau Pos Persepsi. Bentuk perusahaan negara yang kelima didaftarkan pada SPT berkala pemungut PPN.
– Perusahaan pemerintah yang membuat warisan harus membubuhkan stempel “Tanggal Pembayaran” dan menandatangani Faktur Pajak. Ketentuan di atas berlaku untuk transaksi di atas Rp10 juta. Sedangkan, untuk nilai transaksi di bawah Rp10 juta dikenakan mekanisme pemungutan PPN seperti biasa.
Beberapa perubahan dilakukan terhadap tata cara yang diatur dalam PMK 85/PMK.03/2012 atas nama PMK 136/PMK.03/2012 yaitu Faktur pajak hanya 2 rangkap dan SSP dibuat 4 rangkap Penegasan kewajiban penagihan dan kewajiban pelaporan dan pengarsipan BUMN paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.
Menurut PER-03/PJ/2022 Pasal 9 ayat 1, kode pajak suatu faktur terdiri dari 16 digit. Dari 16 digit kode faktur pajak, dua digit pertama merupakan kode transaksi. Kode transaksi terdiri dari angka 01-09 yang memiliki arti tersendiri. Untuk itu, dalam menentukan kode transaksi Pengusaha Kena Pajak (PKP) harus mengidentifikasi jenis transaksi dan lawan transaksi PKP.
Misalnya, kode transaksi 03 digunakan untuk mengirimkan barang kena pajak kepada pemungut PPN nonpemerintah. Dalam transaksi Kode 03, penerima barang dan jasa, sebagai pemegang PPN, bertanggung jawab memungut PPN. Sekalipun kewajiban memungut PPN dilakukan oleh penerima, Faktur Pajak tetap diterbitkan oleh PKP penyedia barang dan jasa. Sementara itu, pembuatan faktur pajak dengan kode transaksi 03 dapat dilakukan dengan menggunakan aplikasi w-Faktur versi 3.2.(Kelly Pabelasary)