PajakOnline.com—Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan adanya dugaan mark-up dalam pengadaan alat kesehatan atau alkes yang dilakukan pejabat negara dan pengusaha.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengungkapkan, kongkalikong yang dilakukan pejabat negara dengan pengusaha dalam pengadaan alkes untuk menggelembungkan atau mark-up harga hingga mencapai 500 sampai 5.000 persen dari harga asli. Hal tersebut disampaikan Alex saat berdialog dengan asosiasi pengusaha di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (24/8/2023).
“Sektor kesehatan merupakan sektor yang sangat rawan terlibat dalam kasus suap dan gratifikasi. Bahkan tidak jarang, pada praktiknya penyelenggara negara dan pihak swasta melakukan kongkalikong untuk melakukan mark up harga mulai 500 persen hingga 5.000 persen dari harga asli,” kata Alex, dikutip Jumat (25/8/2023).
Alex meminta para pengusaha alkes turut mencegah terjadinya tindak pidana korupsi di sektor kesehatan. Anggaran yang dikucurkan pemerintah untuk sektor kesehatan saat ini sangat tinggi.
“Tolong, karena bapak ibu dari industri dan gabungan alat kesehatan, jangan hanya jadi pendukung saja, tapi juga ikut menjadi vendor. Masukan saja ke e-katalog, jadi nggak perlu pake lelang. Harganya setidaknya sama dengan harga pasar,” kata Alex.
Pengusaha juga bisa turut melaporkan dugaan korupsi ke KPK. Para pengusaha tidak perlu takut jika mendapat ancaman atau pemerasan dari penyelenggara negara.
“Kalau diperas atau dipaksa memberikan sesuatu, tentu ada pasal lain. Sehingga kita senang sekali jika ada laporan seperti itu, bapak ibu juga akan kami lindungi. Jangan sampai kesalahan penerima dilimpahkan pada pengusaha,” kata Alex.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron juga menyoroti Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang mendapat anggaran terbesar dari APBN. Kemenkes mendapat jatah APBN sebanyak Rp85,5 triliun pada 2023. Bahkan, untuk 2024 mendatang, anggaran kesehatan sudah ditetapkan sebesar 5,6 persen dari APBN, mengalami kenaikan 8,1 persen dibanding 2023.
Besarnya anggaran ini harus dikelola dengan baik agar tidak ada oknum yang menyelewengkan baik dari pihak pejabat negara maupun swasta. Oleh karena itu, KPK mengajak para pelaku usaha agar tidak terjebak praktik tindak pidana korupsi di sektor kesehatan.
“Sejatinya, korupsi itu ada dua pihak, pihak pemberi dan penerima. Namun, kami selalu dianggap hanya menekan sektor penerima. Sehingga di pertemuan ini, kami mengajak para pengusaha di sektor kesehatan untuk lebih terbuka mengenai masalah di lapangan,” kata Ghufron.
KPK mencatat sejak 2004-2022 ada 373 kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan pihak swasta, termasuk berasal dari sektor kesehatan. Angka ini lebih banyak ketimbang profesi lain di kasus serupa.
Ghufron menegaskan, sudah sepatutnya sektor kesehatan yang mencakup industri farmasi alat kesehatan untuk bersinergi meningkatkan produksi dalam negeri untuk pengadaan barang dan jasa secara fair tanpa korupsi.
“Kebutuhan pengadaan barang dan jasa tidak perlu sikut menyikut tapi dilakukan secara fair. Karena pemberantasan korupsi tidak mungkin dilakukan dalam tempo sesingkat-singkatnya, sehingga mari kita sama-sama perangi secara bertahap terutama di sektor kesehatan yang berhubungan dengan nyawa manusia,” katanya.