PajakOnline.com—Mahkamah Konstitusi (MK) memindahkan kewenangan pembinaan dan organisasi Pengadilan Pajak dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) ke Mahkamah Agung (MA). Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman menyebut dalam putusannya MK memberikan waktu maksimal hingga 31 Desember 2026.
“Mengadili, menyatakan permohonan sepanjang frase ‘Departemen Keuangan’ tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘Mahkamah Agung yang secara bertahap dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 3 Desember 2026’ sehingga Pasal 5 ayat 2 UU 14/2022 selengkapnya berbunyi ‘Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh ‘Mahkamah Agung yang secara bertahap dilaksanakan selambat-lambatnya tanggal 3 Desember 2026’,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam keterangannya dikutip hari ini.
Dalam putusan ini pihak MK tidak menerima permohonan pemohon kedua. Lalu MK mengabulkan permohonan pemohon pertama dan ketiga, namun hanya sebagian. MK beralasan berdasarkan UU 1945 dan perubahan UU 48/2009, di antaranya tentang ketentuan pengadilan khusus dan hubungannya dengan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung.
“Sejak tahun 2004, hanya ada 4 lingkungan peradilan yang diakui di Indonesia, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Tata Usaha Negara dan Peradilan Militer. Dengan demikian, mengenai pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam dan dan melekat pada salah satu lingkungan peradilan tersebut, Sehingga sejak saat itu, Pengadilan Pajak dikategorikan sebagai Pengadilan Khusus yang termasuk dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara di bawah Mahkamah Agung,” ungkap MK.
Pada sidang uji materi Pasal 5 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak (UU Pengadilan Pajak) dimohonkan oleh Nurhidayat yang merupakan advokat dengan spesialisasi penanganan perkara perpajakan dan Allan Fatchan Gani Wardhana dan Yuniar Riza Hakiki.
Dalam persidangan, Viktor Santoso Tandiasa selaku kuasa Pemohon mengatakan telah memperbaiki permohonan. Terkait dengan susunan Pemohon, ia menjelaskan bahwa terdapat penambahan Pemohon. Jika semula Pemohon hanya Nurhidayat sebagai advokat pajak, terdapat dua Pemohon lainnya yang ikut melakukan pengujian terhadap Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, yaitu Allan Fatchan Gani Wardhana dan Yuniar Riza Hakiki.
Menurut Pemohon, hal ini merupakan dampak dari adanya kewenangan Menteri Keuangan terhadap pembinaan organisasi serta administrasi Pengadilan Pajak yang diatur dalam Pasal 5 ayat (2) UU Pengadilan Pajak sehingga Menteri Keuangan memiliki juga kewenangan untuk mengatur wilayah profesi advokat dapat mempersulit Pemohon.