PajakOnline.com—Minyak dan Gas (Migas) merupakan salah satu hal yang berperan penting dalam menunjang kehidupan manusia. Migas ini juga berperan sebagai salah satu sumber daya alam (SDA) dalam menghasilkan energi dan migas pun memiliki berbagai manfaat dalam proses kegiatan ataupun aktivitas kehidupan sehari-hari. Di Indonesia sendiri, migas berfungsi sebagai senjata andalan dalam menunjang perekonomian, mulai dari penghasil devisa hingga sebagai pemasok kebutuhan energi masyarakat.
Migas pun juga ada pajak penghasilannya (PPh). PPh Migas merupakan pajak penghasilan minyak bumi, gas alam, dan batu bara, seperti minyak bumi dan gas alam. Pajak tersebut juga dikenakan pada penghasilan yang diperoleh Pemerintah dari usaha kegiatan hulu migas. Peraturan pemerintah (PP) mengenai Perlakuan Perpajakan Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dengan Kontrak Bagi Hasil Gross Split tertuang dalam PP Nomor 53 Tahun 2017.
Perhitungan PPh migas itu sendiri merupakan fungsi dari asumsi lifting dan harga minyak mentah Indonesia atau dikenal Indonesian Crude oil Price (ICP). Adapun beberapa hal yang menjadi acuan sebagai dasar pengenaan atau perhitungan pajak, termasuk jumlah hari produksi dan cost recovery. Cost recovery di sini merupakan sejumlah biaya-biaya yang akan diganti oleh pemerintah sebagai konsekuensi dari proses eksplorasi maupun eksploitasi dari sumber migas. Besaran nilai pada cost recovery ini pun berbeda-beda dan disesuaikan berdasarkan wilayah masing-masing.
Namun dalam pelaksanaannya, realisasi atas PPh migas ini akan dihitung dengan menggunakan nilai tukarnya yang berlaku pada saat itu juga. Setelah itu gross revenue akan dibagikan kepada pemerintah dan kontraktor dan untuk PPh migas dirumuskan dengan tax rate dikalikan dengan bagian kontraktor (%) lalu dikalikan kembali dengan ICP yang telah dikalikan dengan lifting dan 366, setelah itu dikurangi oleh cost recovery yang telah dikalikan oleh besaran kurs saat ini.
PPh Non Migas
Non migas adalah segala sesuatu yang merupakan hasil alam maupun industri namun yang bukan termasuk dalam kategori minyak bumi dan gas alam.
Tak hanya migas yang mempunyai PPh, non migas pun juga ada PPh nya. PPh non migas ini merupakan pajak yang dipungut kepada wajib pajak, baik pribadi maupun badan atas penghasilan yang diperoleh dalam satu tahun pajak. Perhitungan atas PPh non migas ini merupakan salah satu bagian dari beberapa fungsi dari variabel ekonomi secara makro seperti pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, dan sejenis lainnya.
Beberapa hal yang menjadi tolak ukur dalam menentukan realisasi PPh atas non migas pada tahun sebelumnya dan disertai dengan peraturan pemerintahan baru seperti terjadinya perubahan tarif hingga PTKP (penghasilan tidak kena pajak).
Perhitungan dalam realisasi PPh non migas ini didasari oleh PPh nonmigas pada tahun sebelumnya dengan memperhitungkan buoyancy terhadap PDB. Dimana bouyancy nantinya akan digunakan untuk mengukur seberapa responsifnya penerimaan PPh atas nonmigas terhadap kondisi perekonomian dan perhitungan buoyancy penerimaan pajak dirumuskan dengan penerimaan pajak(%) dibagi dengan basis pajak (%).
Secara umum, basis pajak yang digunakan dalam perhitungan merupakan Produk Domestik Bruto, walaupun dapat digunakan basis lainnya dalam menghitung jenis pajak tertentu seperti konsumsi sebagai basis bagi pajak penjualan, atau impor sebagai basis untuk penerimaan bea masuk.
Pemberlakuan PPh Non Migas Di Indonesia
Hingga saat ini penerimaan atas PPh non migas menjadi salah satu sumber pendapatan yang cukup signifikan dalam penerimaan pajak negara. Saat ini di Indonesia PPh atas non migas yang diterima mencapai Rp. 519,6 triliun jumlah tersebut mengalami peningkatan hingga 69,4% dari target yang telah ditentukan.
Peningkatan pencapaian penerimaan pajak ini juga ditopang dengan adanya penerimaan lainnya seperti PPh atas Migas yakni sebesar Rp. 43 triliun, PPN, dan PPnBM yakni sebesar Rp 300,9 triliun, hingga pada PPB dan pajak lainnya yakni sebesar Rp 4,8 Triliun. (Azzahra Choirrun Nissa)