PajakOnline.com—Musisi merupakan seseorang yang menguasai satu atau lebih instrumen musik, dan harus dapat menguasai teknik bernyanyi yang profesional. Contoh karir sebagai musisi yakni penggubah lagu, pelatih paduan suara, guru musik, pelatih musik, DJ/Remixer, Produser Musik dan musikolog. Musikus juga membuatkelompok bersama untuk memainkan lagu. Apabila kelompok ini terdiri dari banyak orang yang memainkan alat musik bersama, seperti musik Beethoven, maka disebut dengan orkesta.
Musisi juga dikenakan PPh atas penghasilan yang didapatkannya, Mari kita bahas pemajakan profesi sebagai musisi.
Penghasilan dari musisi ini bervariasi, ada yang melalui pendapatan konser sendiri, mengikuti label produksi musik, atau membuat pelatihan/kursus musik. Berikut objek penghasilan musisi, di antaranya:
1. Penghasilan dari pekerjaan tetap, contohnya pegawai dari sebuah manajemen. Objek penghasilan ini termasuk objek PPh 21
2. Penghasilan dari kegiatan usaha, contohnya dari usaha kursus musik. Objek penghasilan ini termasuk objek PP 23
3. Penghasilan dari pekerjaan bebas, contohnya fee dari konser pribadi atau fee off air. Objek penghasilan ini termasuk objek PPh 25
4. Penghasilan dari yang dikenakan pajak final sesuai dengan PP 23. Objek pajak ini termasuk PP 23.
5. Penghasilan pajak dari royalti. Objek penghasilan ini termasuk objek PPh 23.
Kebijakan Perpajakan Musisi
1. PPh 21
Ketika seseorang bekerja sebagai pegawai tetap di sebuah manajemen musik, maka ia akan menggunakan hitungan yang sama dengan pegawai pada umunya, yaitu PPh 21. Pada PPh 21, ditetapkan tarif pajak progresif sebagai berikut:
- Penghasilan 0-Rp60.000.000 dikenakan tarif 5%
- Penghasilan Rp60.000.000-Rp250.000.000 dikenakan tarif 15%
- Penghasilan Rp250.000.000-Rp500.000.000 dikenakan tarif 25%
- Penghasilan Rp500.000.000-Rp5.000.000.000 dikenakan tarif 30%
- Penghasilan lebih dari Rp5.000.000.000 dikenakan tarif 35%.
2. PP 23 atau PPh Final
Jika seseorang menggunakan tarif PPh final untuk penghasilan toko alat musik, tempat kursus musik, dan sebagainya, maka ia menggunakan tarif PPh final. Tarif tersebut sebesar 0,5% atas omset bulanan dari penghasilan tempat kursus musik dan toko alat musiknya. Hal ini pun berlaku pula pada berbagai tempat usaha di bidang musik.
3. PPh 23
PPh Pasal 23 ialah pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan berupa bunga, hadiah, deviden, sewa, royalti, dan jasa lainnya selain objek PPh Pasal 21. Musisi seringkali membayar pajak royalti dengan PPh 23 ini. Royalti ini memiliki arti imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hal terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik karya tersebut. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang No.28 Tahu 2014 tentang Hak Cipta.
Royalti ini sangat melekat dengan musisi, royalti bisa juga dikatakan upah yang didapatkan seseorang atas karya intelektualnya. Subjek pemotongan PPh 23 atas royalti yakni subjek dalam negeri orang pribadi ataupun badan, termasuk yang dikenakan Badan Usaha Tetap (BUT). Apabila royalti dibayarkan kepada pihak penerima royalti, maka perlu dilakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto nilai royalti dan membuat bukti potong PPh Pasal 23.
4. PPh 25
Untuk hitungan PPh 25 menggunakan Nama Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) jadi perlu dicari terlebih dahulu persentase di wilayah wajib pajak yang memperoleh penghasilan. Misalnya seseorang tinggal di Bandung, maka ia perlu mencari KLU yang sesuai untuk musisi organ tunggal.
Untuk tarif jenis PPh ini, wajib pajak pengusaha, pribadi, atau badan tertentu ialah 0,75% dari jumlah peredaran bruto per bulan dari masing-masing tempat usaha. Pajak ini bersifat final dan dapat dikreditkan. Namun jika seseorang memiliki sumber penghasilan sebagai musisi melalui berbagai macam, maka setiap penghasilan yang dimiliki dapat dikategorikan sesuai jenis pajak masing-masing. (Azzahra Choirrun Nissa)