PajakOnline.com—Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menunda penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) sampai pertengahan tahun 2024. Sebelumnya, DJP menetapkan pemakaian NIK sebagai NPWP mulai 1 Januari 2024.
Sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 112 Tahun 2022, Wajib Pajak orang pribadi yang merupakan penduduk dan belum melakukan perubahan data atas data identitas dengan status belum valid, hanya dapat menggunakan NPWP format 15 digit sampai 31 Desember 2023. Artinya, layanan administrasi perpajakan dan administrasi pihak lain yang menggunakan NPWP hanya bisa dilakukan hingga 31 Desember 2023, selebihnya Wajib Pajak tidak bisa melakukan administrasi perpajakan secara online.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas) Dwi Astuti menjelaskan, NIK sebagai NPWP telah diintegrasikan sejak 14 Juli 2022 sebagai perwujudan kemudahan administrasi perpajakan serta untuk mendukung kebijakan Satu Data Indonesia.
“Untuk implementasi (NIK sebagai NPWP) secara penuh baru akan dilakukan pada pertengahan 2024. Hal ini dikarenakan DJP masih akan melakukan pengujian serta habituasi bagi Wajib Pajak. Sebelum dilakukan implementasi penuh pada pertengahan tahun 2024, DJP akan melakukan pengujian dan habituasi bagi Wajib Pajak,” kata Dwi, dikutip hari ini.
NIK dan NPWP yang perlu divalidasi Wajib Pajak berjumlah 71,6 juta. Hingga Oktober 2023, sudah 59,08 juta Wajib Pajak yang sudah memadankan NIK sebagai NPWP.
“Untuk mengakselerasi integrasi NIK dan NPWP, pemberi kerja ingin melakukan pemadanan secara massal, kami juga telah menyediakan layanan bantuan virtual atau virtual help desk yang dapat mengasistensi para Wajib Pajak untuk memadankan NIK dan NPWP,” kata Dwi.
Apabila terdapat kendala yang di luar kewenangan DJP, seperti kesalahan atau data ganda, maka bisa disampaikan kepada Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Walaupun DJP telah bersinergi dengan Dukcapil dalam upaya memadankan NIK dan NPWP, namun kendala kesalahan data perlu diselesaikan langsung oleh Wajib Pajak di Dukcapil,” kata Dwi.
Kepala Subdit Humas Perpajakan DJP Inge Diana Rismawanti menambahkan, untuk perusahaan yang memiliki pegawai ribuan, DJP bisa membantu secara sistem oleh Kantor Pusat DJP.
“Nanti email terlebih dahulu ke satgas.npwp16@pajak.go.id. Lalu, janjian masuk zoom untuk bimbingan teknisnya, termasuk helpdesk untuk perbaikan sistem aplikasi di pemberi kerja. Selain itu, bantuan asistensi pemadanan NIK dan NPWP juga bisa dimanfaatkan Wajib Pajak dengan mengirimkan surat ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar,” jelas Inge.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengungkapkan, tujuan pengintegrasian NIK menjadi NPWP adalah untuk meningkatkan pelayanan perpajakan, sehingga memudahkan Wajib Pajak dalam mendapat hak sekaligus menunaikan kewajibannya.
“Supaya di dompet kita yang disimpan satu aja nomornya, yaitu NIK, itu yang akan kami gunakan sebagai basis di sistem administrasi, jadi pengelolaan sistem ini sebetulnya tidak ada sesuatu hak dan kewajiban yang bertambah. Mudah-mudahan NIK sebagai NPWP awal dari langkah sinergi data dan informasi yang terkumpul di K/L (kementerian/lembaga) dan pihak lain yang punya sistem administrasi serupa,” kata Suryo.
DJP dan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Ditjen Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri telah melakukan adendum atas perjanjian kerja sama untuk mengintegrasikan NIK dan NPWP. Adendum ini diperlukan untuk melaksanakan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2021 yang mewajibkan pencantuman NIK dan/atau NPWP dalam layanan publik. Dalam perpres itu, kegiatan pemadanan, pemutakhiran data kependudukan, serta basis perpajakan wajib dilaksanakan.