PajakOnline.com—Dalam perpajakan kita sering membaca istilah pembukuan dan pencatatan. Meski serupa, keduanya merupakan dua hal yang berbeda dan tidak sedikit wajib pajak yang belum mengetahui secara pasti perbedaan pembukuan dan pencatatan pajak.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang No 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 29, pembukuan merupakan suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba rugi untuk periode tahun pajak tersebut.
Sementara, pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Sebagai pelaku usaha, pembukuan dan pencatatan merupakan salah satu kegiatan akuntansi perpajakan yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung besarnya pajak terutang.
Pada dasarnya, penyelenggaraan pembukuan dan pencatatan ditujukan untuk mempermudah wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan, seperti pengisian SPT, perhitungan penghasilan kena pajak, PPN, dan PPnBM, serta mengetahui posisi keuangan dari hasil kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Ada beberapa syarat yang perlu diperhatikan dalam menyelenggarakan pembukuan dan pencatatan, di antaranya:
- Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
- Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan.
Tak hanya itu, segala bentuk buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain hasil pengolahan data dari pembukuan dikelola secara elektronik wajib disimpan selama 10 tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal wajib pajak orang pribadi atau di tempat kedudukan wajib pajak badan.
Yang wajib menyelenggarakan pembukuan adalah wajib pajak badan dan wajib pajak pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas. Sementara, yang wajib menyelenggarakan pencatatan adalah wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari 4,8 miliar rupiah dan wajib pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
Selanjutnya jika dari segi syarat, pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Selain itu, pembukuan yang menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh wajib pajak setelah mendapat izin dari Menteri Keuangan. Setelah itu, pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang.
Sementara untuk pencatatan, terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang. Termasuk di dalamnya penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
Dapat disimpulkan, tujuan dibuatnya pembukuan dan pencatatan pajak ialah untuk mempermudah pengisian SPT, perhitungan penghasilan kena pajak, PPN, dan PPnBM, serta mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas. (Azzahra Choirrun Nissa)