PajakOnline.com—Proses pemeriksaan dalam rangka penghapusan NPWP adalah prosedur standar yang harus dilalui agar WP yang bersangkutan bisa bebas murni dari kewajiban pajak yang sebelumnya melekat. Sebab, jika sebuah NPWP sudah dihapuskan, WP mantan pemilik NPWP itu tidak lagi wajib melakukan:
- Kewajiban pajak sendiri seperti yang sebelumnya selalu dilakukan, yaitu membayar angsuran PPh Pasal 25 dan menyetor kekurangan pembayaran pajak hasil perhitungan dalam SPT Tahunan PPh yang menyatakan “kurang bayar” (PPh Pasal 29).
- Kewajiban pemungutan atau pemotongan pajak terhadap WP/pihak lain – seperti pemotongan PPh Pasal 21/PPh Pasal 26, PPh pasal 23/26, serta pemotongan PPh final – dan menyetorkannya ke kas negara.
- Kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) PPh, baik SPT Tahunan maupun SPT Masa.
Bagi DJP, penghapusan NPWP berbanding lurus dengan berkurangnya penerimaan negara. Sebab, NPWP merupakan sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajak terutang.
Dengan dihapuskannya NPWP, penerimaan pajak dari WP yang bersangkutan menjadi hilang, seiring dengan hilangnya kewajiban pajak yang tadinya melekat pada WP tersebut.
Persyaratan Menghapus NPWP
Menurut ketentuan pasal 11 ayat (1) Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP – 161/PJ./2001, penghapusan NPWP dapat dilakukan dalam hal:
- Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan
- Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan
- Warisan yang belum terbagi dalam kedudukannya sebagai subjek pajak sudah selesai dibagi.
- Wajib Pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT.
- Wajib pajak Orang Pribadi lainnya selain yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai wajib pajak.
Sekalipun alasanya berbeda-beda, penghapusan NPWP bagi ketiga kelompok WP tersebut harus melewati prosedur yang sama di antaranya yaitu pemeriksaan pajak.
Tujuan pemeriksaan itu sendiri adalah agar otoritas pajak bisa memastikan bahwa utang pajak yang terkait dengan WP-WP tersebut telah dilunasi atau hak penagihannya telah daluarsa sesuai ketentuan yang berlaku.
Penghapusan NPWP Orang Pribadi
Penghapusan NPWP orang pribadi dibedakan menjadi tiga yaitu NPWP orang pribadi yang meninggal dunia dengan atau tanpa warisan, NPWP wanita kawin yang tidak menandatangani perjanjian pemisahan harta dan penghasilan serta NPWP WP lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak. Ketiga WP tersebut bisa berstatus sebagai pengusaha – yaitu orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas – atau hanya berstatus sebagai karyawan.
Orang Pribadi yang Meninggal Dunia
Sesuai ketentuan pasal 11 ayat (1) Keputusan Dirjen Pajak Nomror 161/PJ/2001, bila dalam pemeriksaan orang pribadi yang meninggal dunia tersebut ternyata:
- Tidak meninggalkan harta warisan dan tidak mempunyai ahli waris atau ahli warisnya tidak dapat ditemukan
- Tidak mempunyai harta kekayaan lagi atau
- Sebab lain sesuai dengan hasil pemeriksaan
Sehingga utang pajaknya tidak mungkin ditagih lagi, maka sesuai ketetuan Pasal 11 ayat (2) keputusan tersebut, DJP akan langsung menghapus NPWP tanpa mempertimbangkan hak penagihan pajak yang masih efektif sampai 10 tahun itu.
Bila mendiang WP ternyata meninggalkan warisan yang belum terbagi, mala seiring dengan statusnya sebagai subjek pajak pengganti, DJP akan memastikan bahwa seluruh kewajiban pajak Subjek Pajak tersebut telah ditunaikan sesuai ketentuan. Setelah warisan dibagikan, DJP sesuai ketentuan Pasal 11 ayat (2) di atas akan menghapus NPWP yang melekat pada Subjek Pajak tersebut.
Wanita Kawin Tanpa Perjanjian Pemisahan Harta dan Penghasilan
Sama dengan WP yang meninggal dunia, DJP akan menghapuskan NPWP wanita kawin yang tidak menandatangani perjanjian pemisahan harta dan penghasilan dengan suaminya. Perbedaannya, penghapusan NPWP wanita kawin ini harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam Pasal 12 keputusan yang sama yaitu:
1. Suami wanita tersebut telah terdaftar sebagai WP terhitung sejak awal tahun berikutnya setelah tahun perkawinan.
2. Berkas WP kawin yang NPWP-nya akan dihapus tersebut:
a. diserahkan atau dikirimkan oleh KPP tempat wanita tersebut terdaftar ke KPP tempat suami terdaftar dengan disertai uraian singkat tentang:
1) Jumlah tunggakan pajak yang masih harus ditagih.
2) Tindakan penagihan yang telah dilaksanakan berkaitan dengan tunggakan pajak tersebut.
3) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak atau keberatan yang belum diselesaikan.
Untuk digabung dengan berkas WP suami
b. Digabungkan dengan berkas WP suami, dalam hal Wp wanita kawin tersebut terdaftar pada KPP yang sama dengan tempat suami terdaftar.
Bila ternyata suaminya belum mempunyai NPWP, maka sesuai ketentuan Pasal 12 tersebut, NPWP wanita ini tidak dapat dihapus. Juntrungannya, WP wanita tersebut masih harus melaksanakan seluruh kewajiban pajak yang melekat pada NPWP-nya.
WP Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak
Berkaitan dengan WP Orang pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak, Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP – 161/PJ./2001 tidak mengaturnya secara tegas. Namun, mengacu pada ketentuan Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), diketahui bahwa WP orang pribadi – baik WP dalam negeri maupun WP luar negeri – yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai wajib pajak dapat dipersepsi sebagai WP yang tidak lagi memenuhi syarat subjektif maupun syarat objektif sebagai subjek pajak.
Mengacu pada ketentuan Pasal 2A ayat (1), ayat (30) dan ayat (4) UU PPh, kewajiban pajak subjektif orang pribadi diatur sebagai berikut:
- Kewajiban pajak subjektif orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, dimulai pada saat seorang pribadi tersebut dilahirkan, berada atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.
- Kewajiban pajak subjektif orang pribadi subjek pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap (BUT), dimulai pada saat orang pribadi tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui BUT dan berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT.
- Kewajiban pajak subjektif orang pribadi Subjek Pajak Luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan usaha melalui (BUT), dimulai pada saat orang pribadi tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memeperoleh penghasilan tersebut.
Sementara itu, yang dimaksud dengan orang pribadi yang telah memenuhi syarat objektif adalah orang pribadi Subjek Pajak Dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Di sisi lain, Subjek Pajak luar Negeri dianggap telah memenuhi syarat objektif bila menerima atau memperoleh penghasilan yang bersumber di Indonesia atau memperolehnya melalui BUT di Indonesia.
Mengacu pada kondisi subjektif dan objektif di atas, maka WP yang tergolong sebagai WP Orang pribadi yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib Pajak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. WP orang pribadi dalam negeri atau luar negeri yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dan tidak lagi menerima atau memeperoleh penghasilan yang besarnya melebihi PTKP dari Indonesia
Bila ternyata WP tersebut masih menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi PTKP dari Indonesia, maka NPWP orang pribadi tersebut yang besarnya melebihi PTKP dari Indonesia, maka NPWP orang pribadi tersebut semestinya tidak dapat dihapus. Berbeda dari WP orang pribadi lainnya, terhadap WP yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya dapat dilakukan penagihan seketika dan sekaligus sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (2) huruf a UU KUP. Implikasi dari adanya penagihan seketika dan sekaligus adalah adanya tindakan pencegahan terhadap penanggung pajak. Pencegahan tersebut berupa larangan yang bersifat sementara untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tentunya bila tidak ada lagi utang pajak yang harus dibayar, maka NPWP-nya bisa dihapuskan dan tindak pencegahan tersebut dicabut.
2. WP orang pribadi luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan kegiatan usaha melalui BUT telah meninggal dunia dan meninggalkan warisan yang belum terbagi.
Mengacu pada ketentuan Pasal 2 ayat (3) huruf c UU PPh, warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang prbadi sebagai Subjek pajak Luar Negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu BUT di Indonesia, tidak dianggap sebagai subjek pajak pengganti. Sebaliknya, bila mendiang Subjek Pajak Luar Negeri tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui BUT, maka NPWP dapat dihapuskan bila warisan yang ditinggalkannya telah dibagi kepada yang berhak (ahli waris), sepanjang seluruh hutang pajak yang berkaitan dengan warisan tersebut telah dilunasi.
Pemeriksaan Pajak dalam Rangka Penghapusan NPWP
Penghapusan NPWP sangat erat kaitannya dengan pemeriksaan pajak. Penghapusan NPWP akan selalu didahului dengan tindakan pemeriksaan pajak. Dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tanggal 22 Desember 2000 tentang Tata Cata Pemeriksaan Pajak, ditentukan bahwa pemeriksaan pajak untuk tujuan lain selain menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dalam rangka penghapusan NPWP.
Sebagai hasil pemeriksaan, DJP tetap dapat menerbitkan SKP berkaitan dengan pajak-pajak yang masih terutang. Selanjutnya, penagihan seketika dan sekaligus juga dapat dilakukan sehubungan dengan SKP hasil pemeriksaan ini.