PajakOnline.com—Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) berkomitmen memperluas basis penerimaan pajak. Termasuk, penerapan perjanjian pajak global atau global taxation agreement untuk mencegah bocornya potensi pajak lewat praktik penghindaran pajak.
“Penerapan global taxation agreement juga terus diperkuat menjadi peluang Indonesia agar basis pajak tidak tererosi karena adanya tax avoidance dan tax evasion antar negara,” kata Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (4/6/2024) kemarin.
Peningkatan kepatuhan Wajib Pajak juga dilakukan melalui penerapan pengawasan potensi perpajakan berbasis kewilayahan dengan mengimplementasikan reformasi administrasi dan memperkuat kantor-kantor pajak terutama pada level madya dan pratama.
“Indonesia juga melakukan optimalisasi dari data-data yang diperoleh secara global melalui mekanisme automatic exchange of information (AEOI) dan terus melakukan berbagai reform di bidang digital,” katanya.
Sebelumnya, Sri Mulyani mengatakan bahwa penerapan perjanjian pajak global akan memperluas basis pajak terhadap perusahaan multinasional yang melakukan transaksi lintas negara. Hal ini akan menyebabkan penerimaan ke kantong negara akan meningkat.
“Komitmen Indonesia dalam penerapan global taxation agreement menjadi peluang bagi perluasan basis pajak melalui perpajakan korporasi multinasional yang melakukan transaksi lintas negara,” terang Sri Mulyani.
Pemerintah Indonesia berharap bisa mulai menerapkan Pilar Dua Perpajakan Internasional pada 2025 mendatang. Langkah ini untuk mengatasi tantangan pajak yang timbul dari globalisasi dan ekonomi digital.
Sebagai informasi, Pilar Dua Perpajakan Internasional ini berkaitan dengan isu terkait Base Erosion and Profil Shifting (BEPS).
Pilar Dua memperkenalkan tarif pajak efektif (ETR) minimum global, yaitu kelompok perusahaan multinasional dengan pendapatan konsolidasi di atas € 750 juta akan dikenakan ETR minimum 15% atas pendapatan yang diperoleh di yurisdiksi pajak rendah.