PajakOnline.com—Sejumlah kalangan merespons pernyataan pemerintah melalui Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengajak masyarakat untuk mengawal dan mengawasi agar dana penanganan pandemi corona atau Covid-19 dapat dikelola dengan baik, tepat sasaran, dan prosedurnya sederhana, tidak berbelit.
“Saya mengajak Saudara-Saudara sekalian untuk mengawal dan mengawasi dengan baik agar dana yang sangat besar itu dapat membantu masyarakat dan para pelaku usaha yang sedang mengalami kesulitan,” ajak Presiden.
Presiden Jokowi menyampaikan pernyataan tersebut dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pengawasan Intern Pemerintah pada Senin (15/6/2020).
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan mengatakan, pernyataan presiden tersebut cuma basa-basi saja. “Apa yang mau diawasi oleh masyarakat? Lalu lembaga pengawasan pemerintah untuk apa? Mereka yang sudah terlatih. Di mana fungsi Polisi dan KPK?” kata Anthony balik bertanya saat dihubungi PajakOnline.com pada Selasa (16/6/2020).
Anthony menilai koordinasi aparatur penegak hukum yakni polisi, KPK, dan Kejaksaan bukan masih lemah untuk melakukan pengawasan tersebut. “Bukan masih lemah, tapi sepertinya memang terkesan tidak bisa diawasi,” kata mantan Rektor Kwik Kian Gie School of Business ini.
Sebagaimana kita ketahui bersama Perppu Nomor 1 Tahun 2020 yang kontroversial dan kini sudah disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 dinilai memiliki celah untuk melindungi prilaku koruptif bagi kuasa pengguna anggaran.
“Masyarakat lapor, memang bisa ditindaklanjuti? Yang kasus korupsi jelas saja banyak yang bebas atau tidak bisa di follow up,” kata Anthony.
Anthony mengatakan, negara tidak bisa menggeser tanggung jawab ini ke masyarakat. “Masak presiden bicara seperti itu. Banyak yang lapor kartu prakerja tetapi apa ada yang digubris? Hal seperti ini buang waktu saja untuk ditanggapi,” kata Anthony.

Masyarakat yang sudah dihimpit beban di masa sangat sulit seperti ini masih diminta turut mengawal dan mengawasi penggunaan anggaran pandemi Covid-19. Masyarakat bisa apatis. “Sampai kelewatan mungkin memicu kemarahan,” kata Anthony.
Kita tentu tidak ingin ada apatisme masyarakat, apalagi sampai terjadinya kemarahan. Di dalam dana penanganan pandemi ini ada duit pajak kita semua.
“Kalau penegak hukum menjadi bagian pemerintah, masyarakat tidak bisa bicara melakukan apa-apa, tidak berdaya. Negara bisa menjadi baik kalau penegak hukum melakukan tugasnya,” kata pakar ekonomi ini.
Anthony menyebutkan, masalahnya masyarakat saat ini tidak berdaya, tidak bisa melakukan apa-apa. Harga BBM saja tidak turun-turun, masyarakat bisa apa? Tagihan listrik membengkak, masyarakat bisa apa? Bahkan sudah ada yang somasi presiden. Kok masih bicara mengajak masyarakat mengawasi.
Sudah banyak tulisan-tulisan yang mengkritisi dan mengingatkan pemerintah mengenai pengawasan penggunaan anggaran pandemi Covid-19.
Anthony mengungkapkan memyampaikan dalam tulisan adalah bentuk aspirasi untuk kebenaran apa adanya. Terserah dibaca atau tidak oleh pemerintah.
Buka Layanan Pelaporan dan Pengaduan Dana Pandemi Covid-19
Sementara itu, Ekonom dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus mengatakan, pernyataan Presiden Jokowi tersebut bukan untuk menggeser tapi melengkapi. Masyarakat diminta untuk bantu aparatur untuk bersama-sama melakukan pengawasan.
“Tetapi masalahnya adalah belum semua warga masyarakat mendapatkan sosialisasi terkait alokasi dana pandemi,” kata Heri.
Agar pengawalan dan pengawasan anggaran pandemi Covid-19 dapat berjalan sebagaimana ajakan Presiden Jokowi, layanan pengaduan dan pelaporan harus disediakan dengan jelas dan baik oleh pemerintah, termasuk upaya tindak lanjut atau follow up dari pelaporan masyarakat tersebut oleh aparatur penegak hukum.
Dalam pemberitaan media ini sebelumnya disebutkan, tidak hanya pemerintah di Indonesia, namun mayoritas pemerintah di seluruh dunia mengambil langkah-langkah drastis yang memiliki konsekuensi dari sisi sosial, ekonomi, dan keuangan, seperti travel ban, total border shut down, dan partial shut down atau lockdown dari berbagai tempat, kota atau provinsi.
Semenjak kasus Covid-19 pertama diidentifikasi di Indonesia pada bulan Maret 2020, volatilitas di sektor keuangan sangat tinggi, guncangan terjadi di banyak sektor, mulai pasar saham, pasar surat berharga, nilai tukar bergejolak luar biasa tinggi mengakibatkan situasi kegentingan yang memaksa.
Namun, Pemerintah menyadari meskipun di satu sisi ada kebutuhan untuk harus melakukan tindakan yang luar biasa cepat penggunaan keuangan negara, harus tetap dilakukan secara akuntabel dan tata kelola yang baik.