PajakOnline.com—Controlled Foreign Company (CFC) adalah suatu entitas yang didirikan di luar negeri yang kepemilikan dan pengendaliannya dijalankan oleh individu atau entitas melalui kepemilikan saham. Untuk itu, proporsi saham yang dimiliki minimal 50%. Namun dalam kondisi tertentu, kepemilikan saham dapat berjumlah kurang dari 50% dengan adanya persetujuan para pihak yang terlibat.
CFC digunakan untuk mengalihkan penghasilan dan harta kekayaan dari para individu atau entitas pemilik ke negara tempat CFC didirikan, yang biasanya memiliki tarif pajak lebih rendah atau biasa disebut tax haven country. Selain itu, CFC dapat digunakan untuk menunda pengakuan penghasilan yang modalnya bersumber dari luar negeri, nantinya akan dikenakan pajak di dalam negeri.
Akibatnya, penerimaan pajak domestik tempat para individu atau entitas pemilik CFC menjadi berkurang dan menyebabkan potensi pajak tidak dapat terealisasikan.
Dalam pasal 18 ayat (2) UU PPh untuk mengatur bahwa Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan saat diperolehnya dividen oleh Wajib pajak dalam negeri atas penyertaan modal pada CFC, dengan ketentuan yakni:
– Penyertaan modal Wajib Pajak dalam negeri tersebut paling rendah 50% dari jumlah saham yang disetorkan.
– Bersama dengan Wajib Pajak dalam negeri lain memiliki penyertaan modal paling rendah 50% dari jumlah saham yang disetor.
Lebih lanjut, pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 107 tahun 2017 jo. PP nomor 55 tahun 2022. Disebutkan pada pasal 34 ayat (2) PP 55 tahun 2022, penetapan saat diperolehnya dividen oleh Wajib Pajak dalam negeri dari CFC yang dimilikinya ditetapkan pada akhir bulan keempat setelah berakhirnya batas waktu kewajiban penyampaian SPT bagi CFC di negara yurisdiksinya untuk tahun pajak bersangkutan.
Apabila ternyata CFC yang dimaksud tidak memiliki kewajiban untuk menyampaikan SPT atau tidak terdapat ketentuan batas waktu penyampaian SPT di negara yurisdiksinya, maka saat diperolehnya dividen adalah pada akhir bulan ketujuh setelah tahun pajak bersangkutan berakhir.
Pada umumnya, CFC merupakan ketentuan untuk membatasi penangguhan pengenaan pajak atas penghasilan CFC. Dengan adanya CFC rules, negara akan memajaki penghasilan dari CFC pada tingkat pemegang saham, terlepas dari apakah pemegang saham menerima penghasilan tersebut atau tidak sesuai dengan jangka waktu yang ditetapkan. CFC rules juga memberikan kewajiban pelaporan bagi Wajib Pajak dalam negeri atas penghasilan yang diterima kaitannya dengan CFC yang dimilikinya di luar negeri.
Penerapan CFC rules selama ini diharapkan mampu mendorong tax haven country mengubah kebijakan perpajakan mereka. Hal ini bertujuan supaya potensi perpajakan global dapat direalisasikan dengan lebih optimal. Dengan adanya CFC rules ini, para entitas dalam negeri suatu negara yang menerapkan kebijakan CFC akan berpikir dua kali untuk memindahkan penghasilan dan harta kekayaan ke luar negeri. Untuk itu, kondisi ini mendukung netralitas pajak karena kemanapun entitas tersebut pergi, ia tidak bisa menghindar dari kewajiban perpajakannya.
Namun, CFC rules dapat berdampak negatif dari aspek efisiensi pemungutan pajak. Selain itu, CFC rules menambah compliance cost bagi Wajib Pajak yang sebenarnya mungkin tak bertujuan untuk melakukan penghindaran pajak berupa pelaporan CFC rules dan komponennya hingga potensi sengketa pajak. Maka dari itu, hal tersebut mungkin dianggap sebagai penambahan beban administrasi yang tidak perlu.(Kelly Pabelasary)