PajakOnline | Opsen merupakan pungutan tambahan yang dikenakan pemerintah daerah atas pajak tertentu yang ditetapkan pemerintah pusat. Opsen menjadi salah satu bentuk kewenangan fiskal daerah yang telah diatur dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Berdasarkan UU HKPD, opsen diberlakukan untuk memperluas basis pajak daerah dan mengganti skema bagi hasil yang sebelumnya berlaku. Sementara itu, opsen hanya dapat dikenakan jika tarif pajak pusat lebih rendah dari tarif maksimal yang ditentukan oleh UU HKPD, dan tidak melebihi 50% dari tarif pajak pusat.
Tak hanya itu, opsen juga harus mendapatkan persetujuan dari DPRD setempat, menteri keuangan, dan dibagi hasilkan antara pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota.
Selain itu, opsen memiliki kesamaan dengan konsep pajak yang didesain sebagai persentase dari pajak lain yang dibayarkan. Kriterianya sebagai berikut;
– Pemerintah daerah memiliki wewenang untuk menentukan besaran tarif opsen, tetapi tidak melebihi batas maksimal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
– Pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk menentukan basis pajak opsen, melainkan mengikuti basis pajak yang diopsenkan.
– Administrasi pemungutan opsen tetap dilakukan oleh pemerintah pusat, sehingga tidak ada biaya administrasi tambahan bagi pemerintah daerah maupun Wajib Pajak.
Skema ini dapat disebut sebagai overlapping tax, yaitu pajak dengan basis pajak yang sama untuk berbagai tingkat pemerintahan, namun dengan hak masing-masing tingkat pemerintahan untuk menetapkan tarif pajaknya sendiri pada basis pajak tersebut.
Sementara Opsen PKB dan BBNKB merupakan salah satu upaya pemerintah daerah untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan mengurangi ketergantungan terhadap dana perimbangan dari pemerintah pusat. Dengan begitu, pemerintah daerah dapat menyesuaikan tarif pajak sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan daerah masing-masing.
Hal ini bertujuan untuk percepatan penerimaan bagi PKB dan BBNKB bagi kabupaten/kota dan sinergi pemungutan pajak antara provinsi dan kabupaten/kota dan tidak menambah beban Wajib Pajak. Opsen PKB dan BBNKB juga diyakini dapat mengurangi sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) pada APBD provinsi.
Secara umum, penyebab tingginya SilPA di provinsi selama ini sering disebabkan keterlambatan pendistribusian dana bagi hasil (DBH). Dengan adanya opsen, penerimaan PKB dan BBNKB langsung terbagi antara provinsi dan kabupaten/kota tanpa perlu ada lagi bagi hasil dari provinsi ke kabupaten/kota.
Berdasarkan UU HKPD, tarif PKB dan BBNKB diturunkan dan menjadi lebih rendah jika dibandingkan tarif yang termuat pada UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
Untuk itu, tarif PKB untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama ditetapkan maksimal sebesar 1,2% dari sebelumnya sebesar 2%.
Kemudian PKB untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya juga diturunkan dari yang awalnya paling tinggi 10% menjadi maksimal 6%. Sedangkan tarif BBNKB ditetapkan sebesar 12% atau lebih rendah dari UU PDRD sebesar 20%.
Setelah itu, pemerintah daerah dapat mengenakan opsen atau tambahan yang ditetapkan sebesar 66% dari pajak yang terutang. Pengaturan mengenai opsen PKB dan BBNKB diatur dalam Pasal 83 UU HKPD disebutkan bahwa opsen PKB dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok PKB. Sementara opsen BBNKB dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok BBNKB. Meskipun ada pungutan tambahan, beban Wajib Pajak dipastikan tidak bertambah.