PajakOnline.com—Dalam sistem perpajakan Indonesia, pihak yang bertugas memungut dan melaporkan pajak pertambahan nilai atau PPN, adalah pelaku usaha yang sudah ditetapkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP), menggunakan faktur pajak. Salah satu kode faktur pajak yang berlaku, adalah kode 04.
Faktur pajak sendiri adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh PKP. Dokumen ini dibuat terkait transaksi jual/beli barang/jasa kena pajak (BKP/JKP), yang dikenakan PPN dan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM).
Kode transaksi ini termasuk ke dalam kode faktur pajak 04 dan kode itu merupakan bagian dari faktur pajak. Mengutip Pasal 5 Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-03/PJ/2022, kode transaksi adalah salah satu syarat pembuatan faktur pajak yang harus dipenuhi PKP. Kode transaksi ini, terletak pada kolom kode dan nomor seri faktur pajak (NSFP).
Faktur Pajak 040 merupakan kode faktur pajak yang digunakan atas penerbitan faktur pajak dari pungutan PPN yang menggunakan nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP).
Berdasarkan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak, nilai lain didefinisikan sebagai nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai DPP.
Jenis-Jenis Kode 04 Faktur Pajak
Jenis faktur pajak yang menggunakan kode 04 ini dapat dikreditkan, namun ada kalanya juga tidak dapat dikreditkan. Hal ini tergantung pada sifat pembuatan dan pelaporan faktur pajak dengan jenis kode faktur pajak 04 tersebut.
1. Penggunaan Kode Faktur Pajak 04 yang Dapat Dikreditkan
Mengacu pada Pasal 2 PMK Nomor 121/PMK.03/2015 tentang perubahan ketiga PMK 75/PMK.03/2010, klasifikasi nilai lain yang menggunakan kode faktur pajak 04, yakni:
1. Untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran.
2. Untuk Pemakaian Sendiri BKP dan/atau JKP adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor.
3. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film.
4. Untuk pemberian cuma-cuma BKP dan/atau JKP adalah harga jual atau penggantian setelah dikurangi laba kotor.
5. Untuk BKP berupa persediaan dan/atau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar.
6. Untuk penyerahan BKP melalui pedagang perantara adalah harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli.
7. Untuk penyerahan BKP dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahaan BKP antar cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan.
8. Untuk penyerahan BKP melalui Juru lelanf adalah harga lelang.
9. Untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih.
10. Untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) adalah 10% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih.
11. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi/imbalan atas penyerahan jasa perantara penjualan adalah 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih.
2. Penggunaannya Kode Faktur Pajak 04 yang Tidak Dapat Dikreditkan
Klasifikasi penggunaan kdoe faktur pajak 04 yang tidak dapat dikreditkan, adalah sebagai berikut:
1. Penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) 10% dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih, yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengurusan transportasi.
2. Penyerahan jasa pengiriman paket untuk penyerahan jasa pengiriman paket dengan tarif 10% dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih, yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengiriman paket.
3. Penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata berupa penjualan paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang tidak didasari oleh perjanjian jasa perantara penjualan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf k yang dilakukan oleh pengusaha jasa biro perjalanan wisata dan/atau jasa agen perjalanan wisata. (Wiasti Meurani)