Oleh Raden Agus Suparman
PajakOnline.com—BUT menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah subjek pajak luar negeri yang
diperlakukan sebagai subjek pajak badan dalam negeri. Subjek pajak luar negeri yang dimaksud bisa badan dan bisa orang pribadi tetapi dalam konteks BUT maka subjek pajak luar negeri tersebut diposisikan sebagai pusat.
Antara pusat dan BUT merupakan sebuah entitas yang sama, tetapi karena beda otoritas perpajakan maka yang BUT di satu sisi dianggap sebagai entitas yang beda, di satu sisi dianggap satu entitas.
Dianggap entitas yang beda karena BUT diperlakukan sebagai subjek pajak badan dalan negeri. Selain itu, BUT juga dikenai Pajak Penghasilan badan dan kewajiban pajak lainnya disamakan dengan subjek pajak badan dalam negeri lainnya.
Dianggap satu entitas pada saat penghitungan PPh badan. BUT memilih peraturan khusus yang tidak diterapkan untuk wajib pajak badan dalam negeri lainnya. Peraturan khusus baik di sisi penghasilan maupun biaya.
Di sisi penghasilan, Pasal 5 ayat (1) mengatur tiga jenis penghasilan. Dari ketiga jenis penghasilan BUT, hanya satu yang berlaku umum seperti subjek pajak badan dalam negeri lainnya yaitu factual attributions. Sedangkan dua lagi merupakan kekhususan BUT.
Dua jenis penghasilan tersebut adalah force of attraction dan effectively connected. Factual attributions adalah penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasa.
Sedangkan force of attraction adalah penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh BUT di Indonesia.
Kata kuncinya barang atau jasa sejenis. Penghasilan ini merupakan penghasilan pusat tetapi harus dianggap penghasilan BUT.
Mirip dengan force of attraction, effectively connected adalah penghasilan kantor pusat yang memiliki hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud. Boleh disebutkan bahwa penghasilan kantor pusat ada karena aktivitas BUT.
Sedangkan dari sisi biaya, BUT juga memiliki perlakuan khusus dan aturan tersebut karena asumsi bahwa BUT dan pusat merupakan satu entitas. Terdapat tiga biaya yang tidak boleh dibiayakan di BUT berdasarkan Pasal 5 ayat (3) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Ketiga biaya tersebut yaitu royalti, jasa manajemen, dan bunga. Ketiga biaya ini tidak boleh dibiayakan jika BUT membayar biaya ke kantor pusat. Khusus untuk bunga, jika BUT merupakan usaha perbankan maka diperbolehkan.
Jasa manajemen yang dilakukan oleh pusat tidak boleh dibayar oleh cabang (BUT) karena memang kantor pusat memiliki kewajiban untuk membina manajemen di cabang. BUT tidak boleh membayar penggunaan merek, brand, atau paten milik kantor pusat karena BUT dan pusat merupakan satu entitas. Logika yang sama berlaku untuk pemberian pinjaman dari pusat ke BUT.