PajakOnline.com—Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian (Perekonomian) Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah akan memberikan sanksi kepada pengusaha yang menolak kenaikan Pajak Hiburan atau Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) pada layanan hiburan sebesar 40-75 persen.
Airlangga Hartarto menegaskan posisinya dan sekaligus memberikan respons terhadap sikap Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) yang menolak mengikuti aturan kenaikan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) pada layanan hiburan sebesar 40-75 persen. Sebaliknya, GIPI tetap mematuhi regulasi yang berlaku sebelumnya.
“Kalau semua perpajakan pasti ada sanksinya,” kata Airlangga saat konferensi pers, dikutip Kamis (25/1/2024).
Dia menyebutkan, ketentuan Pasal 101 UU Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD) diatur bahwa Kepala Daerah dapat memberikan insentif fiskal berupa pengurangan pokok pajak daerah. Artinya, pemerintah daerah (pemda) memiliki kewenangan untuk memberikan insentif yang kurang dari 70 persen atau 40 persen dengan mempertimbangkan faktor investasi dan pertimbangan lainnya.
“Jadi Insentif fiskal, kita akan memberikan ada yang nama nya pajak hiburan, sekali lagi saya jelaskan UU HKPD Pasal 101 itu diberikan kesempatan untuk pejabat daerah atas nama ke pejabatannya untuk memberikan insentif, jadi itu sudah diberikan dalam UU HKPD, jadi bisa memberikan insentif di bawah 70 persen, bahkan 40 persen atas nama investasi dan lain-lain,” katanya.
Pemerintah melalui Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 900.1.13.1/403/SJ tanggal 19 Januari 2024 kepada Gubernur DKI Jakarta dan Bupati/ Walikota.
SE itu sebagai acuan pemerintah daerah melaksanakan implementasi PBJT atas jasa hiburan. Dari ketentuan itu, pemda memiliki kewenangan untuk melakukan pengurangan tarif PBJT atas Jasa Hiburan sebesar 40-75 persen. Dengan kata lain, Kepala Daerah dapat mengurangi tarif PBJT hiburan sama dengan tarif sebelumnya.
Pemberian insentif fiskal dengan pengurangan tarif PBJT hiburan pun cukup ditetapkan dengan pelaksanaan Peraturan Kepala Daerah (Perkada).
Airlangga mengatakan, pelaksanaan kewenangan Kepala Daerah cukup mengacu kepada UU HKPD, PP Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900.1.13.1/403/SJ tanggal 19 Januari 2024. (Wiasti Meurani)