PajakOnline.com—Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 berisi tentang salah satu jenis pajak yang harus dipahami oleh pelaku usaha yang bergerak di bidang produksi barang tertentu, seperti kertas, semen, automotif, dan lain-lain. Karena jika tidak dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dapat menimbulkan risiko sanksi administrasi maupun hukum.
PPh Pasal 22 merupakan pengenaan pajak terhadap badan usaha yang melakukan kegiatan perdagangan impor, ekspor, atau reimpor. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PPh Pasal 22 adalah bentuk pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap Wajib Pajak dan berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.
Namun, PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi ini secara lebih khusus dapat dimaknakan sebagai PPh yang dipungut oleh produsen dari pembeli atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri. Produsen tersebut yakni Wajib Pajak Badan tertentu yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak (DJP) untuk melakukan pemungutan pajak ini.
Berikut ini contoh produsen yang ditunjuk sebagai pemungut PPh Pasal 22 yaitu:
– Industri kertas
– Industri semen
– Industri baja
– Industri automotif
– Industri farmasi
– Industri hulu migas
Sementara itu, pembeli yang menjadi objek pemungutan PPh Pasal 22 adalah pembeli yang melakukan pembelian hasil produksi secara langsung dari produsen, baik perorangan maupun badan, termasuk distributor, agen, atau perantara lainnya. Perlu diketahui, pembelian yang dilakukan melalui lelang atau penjualan kembali oleh distributor, agen, atau perantara lainnya tidak termasuk objek pemungutan PPh 22.
Selanjutnya, PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi dipungut oleh produsen dari pembeli atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri dengan tarif yang bervariasi tergantung jenis barangnya. Tarif PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi ditetapkan berdasarkan Keputusan DJP yang dihitung dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan bersifat tidak final.
Pajak yang dipungut ini masih dapat dikreditkan dengan pajak yang terutang menurut perhitungan sendiri pada akhir tahun pajak. Berikut ini tarif PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi tertentu, antara lain:
– Kertas: 0.1 persen dari DPP PPN
– Semen: 0.25 persen dari DPP PPN
– Baja: 0.3 persen dari DPP PPN
– Automotif: 0.45 persen dari DPP PPN
Besaran pungutan PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada penyalur/agen adalah bersifat final. Sedangkan selain penyalur/agen bersifat tidak final. Tarif pajak ini berlaku untuk pembeli yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Jika pembeli tidak memiliki NPWP, maka tarif pajaknya lebih tinggi 100 persen daripada tarif yang berlaku.
Kemudia untuk cara menghitung PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi adalah dengan mengalikan tarif pajak yang berlaku dengan DPP PPN dari penjualan tersebut. DPP PPN adalah harga jual barang sebelum ditambahkan PPN.
Berikut ini contoh perhitungan PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi industri baja dan otomotif yakni:
– Industri baja menjual hasil produksinya sebesar Rp 100 juta (belum termasuk PPN), maka DPP PPN-nya adalah Rp 100 juta dan PPh Pasal 22-nya adalah 0,3% x Rp 100 juta = Rp 300 ribu.
– Industri semen menjual hasil produksinya sebesar Rp 200 juta (sudah termasuk PPN 11%), maka DPP PPN-nya adalah (100/111) x Rp 200 juta = Rp 180.180.180 dan PPh Pasal 22-nya adalah 0,25% x Rp 180.180.180 = Rp 450.450,45.
Pembayaran PPh Pasal 22 dilakukan pada saat produsen menyetorkan pajak yang dipungut kepada kas negara melalui bank persepsi atau kantor pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Pembayaran harus dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Untuk melakukan pembayaran PPh Pasal 22 ini, produsen harus mengisi formulir Surat Setoran Pajak (SSP) dengan mencantumkan kode jenis setoran 411122 untuk PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi. Produsen juga harus menyertakan bukti potong PPh Pasal 22 yang diterbitkan kepada pembeli sebagai dasar penyetoran pajak.
Cara melaporkan PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi adalah sebagai berikut:
1. Membuat bukti potong PPh Pasal 22 untuk setiap penjualan yang dilakukan dan menyerahkannya kepada pembeli.
2. Mengisi formulir SPT Masa PPh Pasal 22 (1771) dengan melampirkan daftar bukti potong PPh Pasal 22 yang diterbitkan dan diterima.
3. Melaporkan SPT Masa PPh Pasal 22 secara daring melalui e-Filing dengan menyediakan file csv SPT Masa PPh Pasal 22 atau secara manual dengan datang ke kantor pelayanan pajak terdekat.
4. Melaporkan SPT Masa PPh Pasal 22 paling lambat tanggal 20 setiap bulannya.
Perlu diketahui, sanksi terlambat lapor PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi adalah denda sebesar Rp 100.000 per SPT. Sanksi ini berlaku jika produsen tidak melaporkan SPT Masa PPh Pasal 22 sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, yaitu tanggal 20 setiap bulannya. Kemudian, jika produsen juga terlambat membayar pajak yang terutang, maka akan dikenakan sanksi berupa bunga sebesar 2 persen per bulan dari jumlah pajak terutang. Maka, sebaiknya produsen mebayar pajak yang terutang tepat waktu dan sesuai ketentuan yang berlaku. (Azzahra Choirrun Nissa)