PajakOnline.com—Pemerintah dapat meringankan beban pajak bagi wajib pajak dalam kondisi tertentu. Misalnya, pada masa pandemi Covid-19. Perlakuan ini memberi keuntungan dari sisi wajib pajak dan merupakan salah satu bentuk keadilan pajak.
Salah satu di antaranya berupa pengecualian pajak atau tax exemption.
Tax Exemption atau pengecualian pajak merupakan salah satu insentif pajak untuk pembebasan pembayaran pajak bagi wajib pajak tertentu yang telah dijamin haknya di dalam undang-undang. Pembebasan kewajiban pajak ini termasuk membebaskan wajib pajak dari penyetoran pajak atas transaksi atau penghasilan bebas pajak.
Pemberian insentif pajak dalam hal pengecualian pajak ini memiliki tujuan yang beragam.
Dalam hal pengecualian dividen dari objek pajak penghasilan, dalam Undang–Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di bidang pajak yang kemudian dijelaskan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18 Tahun 2021, dividen diberikan fasilitas pembebasan pajak dengan syarat wajib pajak badan maupun orang pribadi menginvestasikan kembali dividennya di dalam negeri.
Tujuan dari pembebasan pajak dividen ini adalah mendorong investasi dalam pasar keuangan maupun sektor riil, meningkatkan daya saing investasi di Indonesia dengan negara lain, serta menghindari pengenaan pajak berganda.
Dalam pembelian barang tertentu yang dibebaskan pajak juga bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat yang nantinya diharapkan mampu mendorong konsumsi untuk pertumbuhan sektor–sektor tertentu.
Pengecualian pajak ini juga bertujuan untuk mendorong kepatuhan pajak bagi wajib pajak terhadap peraturan pajak yang berlaku dan menghindari praktik penghindaran pajak yang dapat merugikan negara serta merupakan upaya perlakuan adil pemerintah dalam pemberantasan kemiskinan serta perlindungan sosial bagi wajib pajak yang berada dalam kondisi ekonomi yang rentan.
Pengecualian Pajak atau Tax Exemption yang Umum Diterapkan di Indonesia
Pengecualian Pajak Penghasilan (PPh)
Dalam pengecualian pajak penghasilan ini, biasanya diberikan atas sebagian atau seluruh pendapatan wajib pajak orang pribadi maupun badan. Misalnya, dalam hal pengecualian pajak untuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), di Undang–Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), pelaku usaha UMKM diberikan keringanan tidak dikenakan pajak dengan omzet maksimal Rp500 juta dan dikenakan pajak tarif final 0,5% dengan omzet di atas Rp500 juta sesuai dengan persyaratan jangka waktu maksimal 7 tahun untuk wajib pajak orang pribadi, 4 tahun untuk wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), dan firma, serta 3 tahun untuk wajib pajak badan berbentuk perseroan terbatas (PT).
Contoh lain, dalam Pajak Penghasilan 22 dan 23, juga terdapat pembebasan pajak pada saat Covid-19 untuk pihak tertentu seperti instansi pemerintahan, rumah sakit, dan segala pihak yang bersangkutan yang dianggap berhubungan dengan penangan pandemi tersebut.
Ini bertujuan untuk mempermudah dan mempercepat kesediaan fasilitas yang dibutuhkan pada saat itu yang nantinya semakin cepat pandemi reda, semakin cepat pula ekonomi bisa pulih kembali. Selain itu juga, banyak sekali insentif pajak yang diberikan guna mendorong pertumbuhan ekonomi, seperti sektor investasi dan sektor-sektor yang mendukung penciptaan lapangan kerja (PPh 23) dan mendukung industri dalam negeri (PPh 22).
Pengecualian Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dalam PPN, pengecualian pajak terhadap beberapa jenis barang dan jasa tertentu. Dalam UU HPP yang dijelaskan lebih lanjut pada Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2022 bahwa barang kebutuhan pokok seperti beras, telur, gula, dan sebagainya merupakan barang yang dibebaskan dari pengenaan PPN.
Dalam peraturan tersebut juga diatur mengenai jasa–jasa yang diberikan fasilitas pembebasan PPN dari jasa keagamaan, jasa kesehatan medis, jasa perhotelan, jasa kesenian hiburan, jasa pendidikan, hingga jasa angkutan. Termasuk ekspor barang dan jasa yang juga mendapatkan pembebasan PPN dengan tujuan dapat mendorong persaingan produk Indonesia di pasar internasional.
Pengecualian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Untuk PBB sendiri ini mengikuti peraturan di daerah masing–masing. Beberapa daerah ada yang menerapkan pembebasan PBB terhadap rumah kegiatan keagamaan, tempat sosial yang dimanfaatkan orang banyak, panti asuhan, taman nasional, tempat kesehatan dan pendidikan, sampai pemilik pribadi yang memiliki ekonomi terbatas dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku.
Pengecualian Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan (BPHTB)
Dalam pengecualian BPHTB, Karena merupakan pajak daerah juga jadi di beberapa daerah biasanya terdapat pembebasan BPHTB untuk perolehan hak pertama kali bagi rumah pertama yang dibeli oleh warga negara Indonesia, guna mendorong kepemilikan rumah bagi masyarakat.
Negara dapat menggunakan tax exemption atau pengecualian pajak sebagai alat yang kuat untuk mengubah kebijakan ekonomi dan sosialnya. Namun, penting untuk diingat bahwa peraturan pengecualian pajak yang tidak diatur dengan baik juga dapat memiliki efek yang merugikan bagi negara serta rakyatnya, seperti menciptakan kesenjangan pajak atau menyalahgunakan sistem untuk penipuan pajak. Oleh karena itu, pengawasan dan regulasi yang ketat perlu ditingkatkan dalam hal perlakuan tax exemption ini.