PajakOnline.com—Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) menjelaskan subjek pajak terdiri dari Orang Pribadi, Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, Badan, dan Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Selain itu, pada pasal 2 ayat 1a UU PPh menjelaskan bahwa Bentuk Usaha Tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan Subjek Pajak Badan. Meskipun pemajakannya diperlakukan sama, ada beberapa perbedaan antara BUT dan Subjek Pajak Badan, sebagai berikut:
1. Objek Pajak Untuk Subjek Pajak Badan diterapkan sistem pengenaan pajak world wide income. Artinya, semua penghasilan yang diterima oleh Subjek Pajak Badan baik yang bersumber dari Indonesia maupun luar negeri akan dikenakan pajak di Indonesia.
Sedangkan untuk BUT tidak diterapkan sistem world wide income, yang menjadi objek pajak hanya sebatas penghasilan yang diperoleh dari Indonesia saja. Penghasilan tersebut dikategorikan menjadi tiga jenis, yaitu:
– pertama attribution income yaitu penghasilan dari usaha atau kegiatan BUT tersebut beserta harta yang dimiliki atau dikuasai.
– Kedua, force of attraction income yaitu penghasilan yang diterima oleh kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dilakukan oleh BUT di Indonesia.
– ketiga, effectively connected income yaitu penghasilan yang diterima oleh kantor pusat, yang terdapat hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut.
2. Jenis Pajak Penghasilan, BUT dan Subjek Pajak Badan sama-sama dikenakan Pajak Badan sebesar 22%. Namun, BUT tidak dapat menikmati fasilitas Pasal 31E yaitu diskon 50% dari bagian peredaran bruto sampai dengan 4,8 Miliar. Selain dikenakan pajak Badan, BUT juga harus membayar Branch Profit Tax atau PPh Pasal 26 dengan tarif sebesar 20% atau sesuai Tax Treaty antara kedua negara yang bersangkutan.
3. Biaya yang dapat menjadi pengurang Penghasilan Kena Pajak (Deductible Expenses) BUT dan Subjek Pajak Badan sama-sama dapat mengurangi biaya yang terkait dengan 3M (Mendapatkan, Menagih, dan Memelihara) penghasilan sebagaimana yang dituangkan pada Pasal 6 Ayat 1 UU PPh.
Namun, ada yang membuat BUT berbeda dengan Subjek Pajak Badan jika dilihat dari sisi Deductible Expenses yang tertera pada Pasal 5 Ayat 2 UU PPh, BUT juga boleh mengurangkan biaya-biaya yang berkaitan dengan force of attraction income dan effectively connected income seperti yang telah dijelaskan di atas serta biaya administrasi kantor pusat yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan BUT.
4. Biaya yang tidak dapat menjadi pengurang Penghasilan Kena Pajak (Non Deductible Expenses) Non Deductible Expenses untuk BUT dan Subjek Pajak Badan sama-sama diatur dalam Pasal 9 UU PPh. Namun, untuk BUT terdapat tambahan Non Deductible Expenses yaitu biaya atas pembayaran ke kantor pusat berupa royalti, imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnya, dan bunga kecuali bunga yang berkenan dengan usaha perbankan.
Dapat disimpulkan, bahwa perlakukan perpajakan BUT dan Subjek Pajak Badan dipersamakan. Namun, persamaan tersebut tidak secara menyeluruh. BUT harus menanggung beban pajak badan yang sama seperti layaknya Subjek Pajak Badan. Hal tersebut didasarkan sebagai upaya keadilan, sebab BUT telah mendapatkan penghasilan yang bersumber dari Indonesia.(Kelly Pabelasary)