PajakOnline.com—Dalam istilah perpajakan terdapat pajak yang terutang dan utang pajak. Kedua istilah tersebut banyak dimuat dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Istilah utang pajak juga ditemui dalam UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP).
Istilah utang pajak dalam UU PPSP ini berkaitan dengan definisi Surat Paksa dalam UU KUP. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1 UU KUP, Surat Paksa merupakan surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 UU KUP, pajak yang terutang merupakan pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak, atau dalam bagian tahun pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Setiap wajib pajak (WP) wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. Adapun pembayaran itu tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
Jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan (SPT) dari WP inisesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sesuai dengan Penjelasan Pasal 12 UU KUP, pajak pada prinsipnya terutang pada saat timbulnya objek pajak yang dapat dikenai pajak. Namun, untuk kepentingan administrasi perpajakan saat terutangnya pajak tersebut diatur sebagai berikut:
– Pada suatu saat, untuk pajak penghasilan (PPh) yang dipotong oleh pihak ketiga.
– Pada akhir masa, untuk PPh yang dipotong oleh pemberi kerja atau yang dipungut oleh pihak lain atas kegiatan usaha, atau oleh pengusaha kena pajak atas pemungutan PPN dan PPnBM; atau
– Pada akhir tahun pajak, untuk PPh.
Jumlah pajak yang terutang dan telah dipotong, dipungut, ataupun harus dibayar oleh WP setelah tiba saat atau masa pelunasan pembayaran, harus disetorkan ke kas negara melalui tempat pembayaran berdasarkan peraturan menteri keuangan (PMK). Ditjen Pajak (DJP) tidak berkewajiban untuk menerbitkan surat ketetapan pajak atas semua SPT yang disampaikan WP.
Sebagai informasi, penerbitan surat ketetapan pajak hanya terbatas pada wajib pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan WP. Jadi, WP yang telah menghitung dan membayar besarnya pajak yang terutang secara benar serta melaporkannya dalam SPT tidak perlu diberikan surat ketetapan pajak ataupun surat tagihan pajak (STP).
Sementara itu, Berdasarkan UU PPSP, utang pajak merupakan pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peralihan perundang-undangan perpajakan.
Adapun surat ketetapan pajak (SKP) merupakan surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Berikut uraian lengkapnya:
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil
Merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. (Azzahra Choirrun Nissa)