PajakOnline.com—Pajak pertambangan merupakan pungutan wajib yang dilakukan terhadap segala kegiatan atau aktivitas pertambangan. Komoditas tambang yang terkena pajak, seperti batubara dan mineral. Indonesia memiliki peranan menetapkan peraturan pajak pertambangan sebagai salah satu nilai tambah pembangunan ekonomi nasional dan penerimaan pajak Indonesia. Dalam kegiatan pertambangan, terdapat rangkaian proses yang harus dijalankan sebelum mulai beroperasinya kegiatan tersebut.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai instansi di bawah kementerian keuangan mengatakan salah satu penerimaan dalam negeri dari sektor pajak adalah pajak pertambangan. Sektor pertambangan memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Pemerintah mencatat pendapatan negara dari sektor pertambangan mengalami peningkatan yang siginifikan dari tahun ke tahun.
Selanjutnya, dalam kegiatan pertambangan dimulai dengan melakukan penyelidikan umum. Kemudian, pada tahap eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, eksploitasi, dan berakhir dengan reklamasi. Tahapan-tahapan tersebut yang biasa digunakan sebagai acuan utama dalam proses pertambangan. Pada setiap tahapan memiliki beban atas kewajiban pajak yang berbeda.
Berikut ini, tahapan di dalam sektor pertambangan beserta pengenaan pajaknya:
1. Penyelidikan Umum, memiliki tujuan untuk menentukan suatu potensi barang tambang pada daerah tertentu melalui proses pengujian geologis. Dalam tahapan ini dibutuhkan orang yang ahli dibidangnya, yaitu jasa peneliti geologis. Pada tahapan ini dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23/26 atas jasa tersebut tergantung siapa yang melaksanakannya.
2. Eksplorasi, dilakukan serangkaian kegiatan mulai dari penelitian, pengajuan kandungan mineral, hingga pemetaan wilayah. Tujuan kegiatan ini untuk mendapatkan sejumlah informasi mengenai lokasi, kualitas, dimensi sebaran, dan sumber daya serta mendapatkan informasi lingkungan sosial dan lingkungan hidup yang terjadi di wilayah tersebut. Pada tahapan ini dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23/26 atas jasa tersebut tergantung pada pihak yang melaksanakannya.
3. Studi Kelayakan, dilakukan kegiatan pencarian informasi kelayakan ekonomi dan teknis pertambangan yang meliputi proses analisis mengenai dampak lingkungan dan pererencanaan pasca kegiatan pertambangan dilakukan. Pada tahapan ini dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23.
4. Konstruksi, dimulai dengan melakukan pembangunan infrastruktur yang mengacu pada pertimbangan hasil dari studi dan pengamatan yang telah dilakukan sebelumnya. Pada tahapan ini dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) atas jasa konstruksi.
5. Eksploitasi, dimulai dengan kegiatan pertambangan yang meliputi pembukaan lahan, pengeboran, penggalian, pengolahan atau pemurnian, pengakutan, dan penjualan barang hasil tambang. Pada tahapan ini akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23/26.
6. Reklamasi, dilakukan kegiatan rehabilitasi lingkungan yang rusak akibat kegiatan pertambangan yang telah dilakukan. Kegiatan rehabilitasi lingkungan tersebut meliputi penutupan galian lubang, pemulihan lahan, dan kegiatan lainnya. Pada tahapan ini dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23/26.
Sementara itu, perusahaan sektor pertambangan juga harus membayarkan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 bagi pegawai tetap, pegawai tidak tetap, dan bukan pegawai orang pribadi atas upah atau honor yang diterima. Selain pengenaan PPN, PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 4 ayat (2), terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pajak pertambangan, di antaranya pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2019 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang memuat definisi umum mengenai pertambangan dan menjelaskan kewajiban pembayaran pendapatan negara dan daerah bagi pemegang IUP dan IUPK. Selanjutnya, pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang memuat objek pajak PPB salah satunya adalah sektor pertambangan.
Adapun, yang menjadi objek pajak di bidang usaha pertambangan yaitu penghasilan yang diterima wajib pajak di bidang usaha pertambangan sehubungan dengan penghasilan dari usaha dan luar usaha dengan nama dalam bentuk apapun yang mana pengasilan tersebut diterima dari penjualan atau pengalihan proses produksi.
Pada Pasal 4A ayat (2a) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 menyebutkan bahwa batubara termasuk ke dalam jenis barang yang tidak dikenakan PPN. Namun, dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadikan komoditas batubara resmi dikategorikan sebagai Barang Kena Pajak (BKP) dengan tarif PPN sebesar 10%. Selanjutnya, dengan disahkannya UU HPP kembali menjadikan komoditas batubara dibebaskan PPN. Hal ini tercantum pada Pasal 4A UU HPP yang menghapus sektor pertambangan termasuk batubara dari daftar barang dan/jasa yang kena pajak.(Kelly Pabelasary)