PajakOnline.com—Tantangan dan persoalan Perpajakan Ekonomi Digital timbul seiring perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi (information, communication, and technology/ICT) yang memengaruhi pola pikir dan perilaku manusia, khususnya dalam kegiatan ekonomi dan bisnis.
Selain itu, globalisasi juga menimbulkan perubahan ekstrem terhadap perekonomian secara global. Hal tersebut dapat dilihat dari arus transaksi ekonomi internasional berupa jasa, barang dan modal, yang meningkat setiap tahunnya.
Selain itu, munculnya banyak pelaku usaha global, baik perusahaan multi-nasional (multinational corporations) maupun entitas usaha kecil dan menengah (small and medium enterprises) yang dapat mengakses ke pasar global karena difasilitasi oleh ICT. Tak hanya itu, tindakan ekonomi dan bisnis yang dapat dilakukan tanpa perlu kehadiran fisik (physical presence) karena dapat digantikan dengan kehadiran secara digital atau Digital Economy.
Adapun jenis-jenis bisnis digital, seperti e-commerce, start-up, dan financial technology yang ciri dan sifatnya berbeda dengan usaha konvensional, yang dapat mendorong berkembangnya ekonomi digital, namun di sisi lainnya dapat menimbulkan dampak disruptif salah satunya berupa permasalahan perpajakan (tax matters) bila perangkat peraturan perpajakannya belum tersedia. Hal tersebut dapat menimbulkan kekosongan hukum pajak.
Selain itu, perlu diatur tata cara pemajakan, penyetoran pajak dan pelaporannya, sehingga tercipta kesetaraan perlakuan perpajakan (level playing field) antara pelaku perdagangan konvensional dengan pelaku perdagangan digital. Kemudian, antara Wajib Pajak dalam negeri (resident taxpayer) dengan Wajib Pajak luar negeri (non resident taxpayer).
Dengan begitu diterbitkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan Stabilitas Sistem Keuangan menjadi undang-undang dengan tujuan untuk mengatur perlakuan perpajakan atas kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Berikutnya, diterbitkan PMK Nomor 48/PMK.03/2020 Tentang Tata Cara Penunjukkan Pemungut, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean Di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik, lalu disempurnakan menjadi PMK Nomor 60/PMK.03/2022, untuk mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud atau jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui PMSE, yaitu perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.
Oleh karena itu, pemungut PPN (VAT Withholding Agent) atas transaksi PMSE ditunjuk oleh Menteri Keuangan dan pemungut tersebut wajib melakukan pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN-nya. Ruang lingkup pemungutan PPN mencakup transaksi PMSE lintas negara. Selain kepastian hukum, PMK tersebut memberikan kesetaraan (non discrimination) bagi pelaku usaha PMSE lokal dengan PMSE asing.(Kelly Pabelasary)