PajakOnline.com—Satuan Tugas Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU) menemukan tindak pidana kepabeanan dan perpajakan dalam kasus impor emas Rp189 triliun.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menjelaskan, saat ini kasus tersebut telah naik ke tahap penyidikan, baik di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Penyidik telah menerbitkan surat perintah penyidikan bernomor 7 tanggal 19 Oktober tahun 2023 terkait pelanggaran UU Kepabeanan dan UU TPPU,” kata Mahfud dalam Konferensi Pers di Jakarta, Rabu (1/11/2023).
Berkaitan pidana kepabeanan, penyidik DJBC meyakini telah memperoleh bukti permulaan terjadinya tindak pidana kepabeanan dalam penanganan surat yang dikirimkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) No.SR-205/2020. Surat PPATK itu mengenai nilai transaksi mencurigakan Rp189 triliun.
Kemudian, penyidik telah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan No.07 tanggal 19 Oktober 2023 dengan dugaan pelanggaran Undang Undang (UU) Kepabeanan dan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Lalu, penyidikan tersebut diinformasikan kepada Kejaksaan Agung (Kejagung) melalui surat pemberitahuan ke Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Mahfud menjelaskan bahwa transaksi emas dalam periode tahun 2017 hingga 2019 melibatkan tiga entitas terafiliasi dengan Group SB, yang bekerja sama dengan perusahaan di luar negeri.
“Ditemukan fakta pemalsuan data kepabeanan yang menyebabkan hilangnya pungutan PPH Pasal 22 atas emas batangan ex impor seberat 3,5 ton,” katanya.
Sementara itu, modus kejahatan yang dilakukan yakni dengan mengondisikan seolah-olah emas batangan yang diimpor telah diolah menjadi emas perhiasan dan seluruhnya telah diekspor.
“Padahal berdasarkan data yang diperoleh, emas batangan seberat 3,5 ton diduga beredar di perdagangan dalam negeri. Dengan demikian Group SB telah menyalahgunakan Surat Ketetapan Bebas PPh Pasal 22,” kata Mahfud.
Di sisi lain, DJP akan mengusut dugaan ratusan miliar rupiah berupa pajak kurang bayar serta denda terkait dengan kasus transaksi mencurigakan Rp189 triliun mengenai impor emas tersebut.
Mahfud menjelaskan DJP memperoleh dokumen perjanjian tentang pengolahan anoda logam/ore dari PT Aneka Tambang (Persero) Tbk. ke salah satu anak perusahaan grup SB yakni PT Loco Montrado pada 2017.
DJP menduga perjanjian itu merupakan kedok grup SB untuk melakukan ekspor barang yang tidak benar, dan saat ini masih menelusuri jumlah pengiriman anoda logam dari Antam ke Loco Montrado.
Beberapa waktu lalu, DJP juga memperoleh data bahwa grup SB tidak melaporkan SPT secara benar. Oleh karena itu, DJP menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan pada 14 Juni 2023 terhadap empat wajib pajak grup SB.
“Data sementara yang diperoleh, terdapat Pajak Kurang Bayar beserta denda yang diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah untuk Group SB,” terang Mahfud.
Sementara itu, PPATK saat ini telah menyerahkan data tambahan transaksi keuangan mencurigakan yang berasal dari puluhan rekening grup SB kepada Ditjen Pajak untuk dilakukan analisis kebenaran pelaporan pajaknya.
Dalam pemberitaan media ini sebelumnya, Satgas TPPU mengumumkan adanya transaksi mencurigakan Rp349 triliun berkaitan dengan pajak dan bea cukai. Transaksi tersebut berdasarkan 300 LHA/LHP PPATK. Transaksi terbesar yang dianalisis PPATK dalam total 300 laporan itu bernilai Rp189 triliun berkaitan impor emas.