PajakOnline.com—Surat Ketetapan Pajak akan dikeluarkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam hal pemeriksaan pajak atas pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan/Masa Pajak Penghasilan (PPh) maupun Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Ketentuan tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Lalu dilakukan perubahan aturan yang tertuang dalam UU No. 28 Tahun 2007.
Dalam Pasal 1 Nomor 15 UU 28/2017 disebutkan, SKP atau Surat Ketetapan Pajak merupakan surat ketetapan yang meliputi:
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
- Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
- Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
- Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
- Dalam keputusan DJP diputuskan pula bahwa pihak yang berhak mengeluarkan surat tersebut hanyalah Kantor Pajak Pratama (KPP) dan diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan pajak.
Adapun fungsi SKP atau Surat Ketetapan Pajak. Sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, berikut fungsi Surat Ketetapan Pajak:
- Menagih kekurangan pajak
- Mengembalikan kalau ada kelebihan bayar pajak
- Menginformasikan pada WP ketika ada jumlah pajak terutang
- Menjatuhkan sanksi administrasi perpajakan
Selanjutnya ada beberapa jenis Surat Ketetapan Pajak (SKP), berikut 5 jenis Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan oleh DJP:
1. Surat Tagihan Pajak (STP) merupakan surat yang dibuat untuk menagih pajak atau sanksi administrasi berupa bunga atau denda. STP ini berdasarkan UU Nomor 16 Tahun 2000, hanya diterbitkan dalam kondisi berikut:
- Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
- Ada kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis atau salah hitung.
- Terkena sanksi administrasi berupa denda atau bunga.
- Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan UU PPN 1984 dan perubahannya. Akan tetapi, WP tersebut tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
- Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai PKP, namun dia menerbitkan Faktur Pajak.
- Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP tidak membuat faktur pajak, atau membuat faktur pajak namun tidak tepat waktu, atau tidak mengisinya secara lengkap.
Bagi wajib pajak yang mendapat SKP dengan alasan pada nomor 1 dan 2, maka jumlah kekurangan pajak terutang yang tercantum dalam surat tersebut ditambah dengan tarif bunga sanksi administrasi pajak sebulan dengan waktu maksimal 24 bulan. Sedangkan, jika menerima Surat Ketetapan Pajak dengan alasan nomor 4, 5 dan 6, maka akan dikenakan denda sebesar sesuai sanksi administrasi pajak terbaru sebagaimana diatur dalam UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dari dasar pengenaan pajak.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) merupakan surat yang dibuat untuk wajib pajak yang kurang atau tidak membayar pajak terutang, telat menyampaikan SPT Masa dari waktu yang telah ditentukan, adanya salah hitung terkait PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang dikenai tarif 0%, tidak diketahuinya besar pajak terutang.
Dalam SKPKB tersebut, akan ditentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, serta jumlah pajak yang harus dibayar oleh Anda. Hal tersebut diatur dalam Undang-Undang RI Nomor 16 Tahun 2009. SKPKB diterbitkan dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak. Surat Ketetapan Pajak dalam Pemeriksaan PajakContoh Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) via PER-17/2017
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) merupakan surat yang dibuat ketika wajib pajak lebih membayar pajak terutang dari yang seharusnya. Dalam SKPLB akan dituliskan berapa jumlah kelebihan pembayaran pajak. Sementara itu, SKPLB diterbitkan setelah dilakukannya pemeriksaan atas permohonan, selambatnya 12 bulan terhitung sejak surat permohonan diterima atau sesuai dengan keputusan DJP.
Apabila surat ini terlambat diterbitkan, maka Anda berhak menerima imbalan bunga sesuai tarif bunga imbalan sebulan terhitung sejak berakhirnya batas waktu yang ditentukan.
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak yang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak, pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Menurut UU No. 28 Tahun 2007, SKPN dikeluarkan oleh DJP untuk:
- PPh apabila jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
- PPN jika jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
Jika ada pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN, maka jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurang pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN tersebut. Sedangkan untuk pajak Penjualan Atas Barang Mewah jika jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.
5. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) merupakan surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. Hal ini diatur dalam Pasal 15 ayat 1 dalam UU No 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP), yang diubah dalam UU No 28 Tahun 2007.
Aturan tersebut berbunyi DJP dapat menerbitkan SKPKBT dalam tempo 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak. Apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka penerbitan SKPKBT. SKPKBT bisa dikatakan sebagai surat koreksi atas SKP yang diterbitkan sebelumnya.
Menurut UU No. 6 tahun 1983 tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan, yang kemudian diubah pada UU No. 16 Tahun 2009, disebutkan bahwa wajib pajak dapat mengajukan permohonan pembetulan SKP jika terdapat kesalahan. Namun, jenis kesalahan yang dimaksud dibatasi hanya pada kondisi berikut:
- Kesalahan tulis pada nama, alamat, nomor pokok wajib pajak, nomor surat ketetapan pajak, jenis pajak, masa pajak atau tahun pajak, dan tanggal jatuh tempo.
- Kesalahan hitung yang berasal dari penjumlahan dan/atau pengurangan dan/atau perkalian dan/atau pembagian suatu bilangan.
- Kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan penerapan persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto, kekeliruan penerapan sanksi administrasi, kekeliruan Penghasilan Tidak Kena Pajak, kekeliruan penghitungan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, dan kekeliruan dalam pengkreditan pajak.(Kelly Pabelasary)