PajakOnline.com—Dengan ditetapkannya peraturan mengenai PMSE diharapkan agar dapat menjaga kesetaraan perlakuan perpajakan yang melibatkan pelaku usaha konvensional dengan pelaku usaha yang bergerak dalam ekonomi digital di dalam maupun di luar negeri.
Selain itu, dengan diberlakukannya peraturan pajak PMSE juga diharapkan dapat memberikan kepastian hukum untuk melakukan pemungutan PPN atas pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean ataupun dari dalam daerah pabean melalui PMSE dan agar tercapainya optimalisasi penerimaan pajak.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Per-12/PJ/2020 mengenai batasan pemungutan pajak atas transaksi PMSE, dijelaskan bahwa jumlah PPN yang wajib dipungut tarifnya sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Namun, untuk saat ini perubahan besaran tarif menjadi 11% itu sesuai dengan PMK/60/2022 yang mulai berlaku tertanggal 1 April 2022 lalu. Untuk kriteria yang berlaku bagi pelaku usaha PMSE dalam hal pemungutan PPN memiliki batasan sebagai berikut:
– Nilai transaksi dengan pembeli di Indonesia lebih dari Rp600 Juta dalam setahun atau Rp50 Juta dalam waktu sebulan.
– Jumlah pengakses di Indonesia lebih dari 12.000 dalam jangka waktu 1 (satu) tahun atau 1.000 dalam waktu 1 (satu) bulan.
Jika pelaku usaha telah memenuhi kriteria diatas namun belum ditunjuk sebagai pemungut PPN, maka pelaku usaha bisa menyampaikan pemberitahuan secara mandiri ke DJP untuk dilakukan penunjukan. Untuk pemberitahuan dapat disampaikan melalui email atau aplikasi maupun sistem yang telah ditentukan atau disediakan oleh DJP yang tercantum dalam Pasal 5 ayat (2) PER-12/PJ/2020.
Tak hanya sebagai penambah penerimaan pajak, PPN PMSE merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam menciptakan keadilan bagi para pelaku usaha untuk menjaga kesetaraan dalam menjalankan kegiatan usahanya atau dikenal dengan level playing field antara pelaku usaha konvensional dengan pelaku usaha digital.
Nantinya pemberitahuan tersebut dapat menjadi petimbangan DJP untuk menunjuk pelaku usaha yang bersangkutan sebagai pemungut PPN PMSE. Bagi setiap pelaku usaha yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE wajib membuat bukti pungut PPN atas pajak yang telah dipungut. Untuk bukti pungut dapat berupa commercial invoice, billing, order receipt, dan dokumen sejenis lainnya yang menyebutkan pemungutan PPN dan sudah dilakukan pembayaran.
Berdasarkan PMK 48/2020, pemungut PPN PMSE wajib untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui PMSE. Adapun, batas penyetoran yaitu paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Sementara, pemungut PPN PMSE diwajibkan melaporkan PPN yang telah dipungut dan disetor, secara triwulanan untuk periode 3 Masa Pajak, paling lama akhir bulan berikutnya setelah periode triwulan berakhir. Untuk itu, pelaporan PPN PMSE jadi mudah dengan Tarra e-Faktur Pajakku. Sebab, layanan aplikasi ini memudahkan Wajib Pajak dalam mengelola Faktur Pajak beserta SPT PPN. Layanan ini juga sudah berlisensi resmi DJP SK KEP-211/PJ/2022.(Kelly Pabelasary)