PajakOnline.com—Dalam perpajakan, pembuatan laporan keuangan juga memiliki aturan–aturan khusus yang harus ditaati Wajib Pajak yang melakukan pembukuan. Pembuatan laporan keuangan dan pembukuan merupakan ketentuan formal yang harus ditaati sesuai pasal 28 UU KUP.
Untuk itu, dengan pembuatan laporan keuangan kita dapat mengenali istilah metode pengakuan penghasilan dan biaya. Metode pengakuan penghasilan dan biaya berkaitan dengan kapan atau waktu dimana kita mengakui diperolehnya sebuah penghasilan dan terutangnya sebuah biaya.
Berdasarkan pasal 28 UU KUP dan kemudian pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 54 Tahun 2021, terdapat 2 metode pengakuan penghasilan dan biaya. Berikut penjelasannya:
1. Stelsel Akrual
Stelsel akrual yaitu suatu metode pengakuan penghasilan dan biaya dimana saat diakuinya penghasilan adalah saat diperoleh atau ‘earned’ dan biaya diakui pada saat terutang. Artinya, penghasilan dicatat bukan saat penghasilan diterima dan dibayar, melainkan saat kewajiban melaksanakan pekerjaan telah terselesaikan atau berdasarkan tingkat penyelesaian pekerjaan.
2. Stelsel Kas
Stelsel kas yaitu suatu metode pengakuan penghasilan dan biaya dimana saat diakuinya penghasilan adalah saat diterima secara tunai dan biaya diakui pada saat telah dibayar secara tunai. Metode ini digunakan oleh pelaku usaha atau perusahaan yang kas nya sangat liquid, dan tenggang waktu antara penjualan atau penyerahan jasa dengan pembayaran tidak berlangsung lama.
Sementara itu, dalam stelsel kas murni, penghasilan dari aktivitas penjualan ditetapkan saat pembayaran dari pelanggan diterima secara keseluruhan maupun dalam bentuk termin. Maka, biaya dicatatkan sebagai biaya saat pembelian telah dibayarkan secara tunai.
Dalam Pasal 28 ayat (5) UU KUP menyebutkan bahwa pembukuan Wajib Pajak diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas. Namun dalam penjelasannya, diatur lebih lanjut terkait hal ini.
Selain itu, stelsel akrual jelas mencerminkan kinerja bisnis suatu perusahaan. Dapat dilihat dari berapa penjualan dan pembelian yang terjadi dalam suatu periode tercatat jelas dalam stelsel akrual, meskipun perusahaan belum menikmati hasilnya. Oleh karena itu, metode ini lebih diandalkan dan diterima para pengguna laporan keuangan terutama untuk perusahaan berskala besar.
Sedangkan, dengan stelsel kas metode ini dapat mengaburkan kondisi ekonomi yang sebenarnya dari seorang pelaku usaha ataupun perusahaan, terutama yang berskala besar dimana transaksi seringkali dilakukan secara kredit.
Jadi, pelaku usaha bisa saja memperpanjang tenor atau masa pelunasan dari sebuah piutang dan mempercepat tenor dari utang atau beban supaya dapat mengecilkan laba yang diperoleh dalam suatu periode.
Dengan begitu seperti yang disebutkan dalam penjelasan pasal 28 ayat (5) UU KUP, stelsel kas dalam perpajakan diatur secara khusus, dan disebut juga stelsel campuran. Untuk dapat menerapkan stelsel kas dalam melaksanakan pembukuan, terdapat 3 hal yang harus diperhatikan:
– Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan.
– Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak- hak yang dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
– Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten).
Selain itu, pembukuan dengan menggunakan stelsel kas hanya dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak tertentu, yakni yang memenuhi persyaratan:
a. Secara komersial berhak menyelenggarakan pembukuan berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku bagi usaha mikro dan kecil (SAK-ETAP);
b. Merupakan Wajib Pajak:
– Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) serta yang memenuhi kriteria tertentu, namun memilih atau diwajibkan melakukan pembukuan.
– Badan yang memiliki peredaran bruto usaha tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 dalam 1 tahun pajak. Wajib Pajak yang ingin menggunakan stelsel kas juga harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis setiap tahun pajak, baik secara langsung maupun melalui pos atau jasa ekspedisi.
Apabila pada tahun setelahnya Wajib Pajak mengubah metode pengakuan penghasilan dan biayanya dari stelsel kas menjadi stelsel akrual, maka ia tidak dapat kembali menyelenggarakan pembukuan dengan stelsel kas. Artinya, Wajib Pajak dianggap telah dapat menyelenggarakan stelsel akrual yang notabene yang merupakan metode lebih ditujukan untuk para pelaku usaha dengan skala besar dan lebih tepat untuk mengembangkan bisnis.(Kelly Pabelasary)