PajakOnline.com—Wajib pajak berperan aktif meningkatkan pendapatan negara. Namun sayangnya, tidak semua wajib pajak melaksanakan kewajibannya sesuai aturan. Ada saja oknum wajib pajak, apakah itu perorangan/pengusaha/pelaku usaha ataupun badan/perusahaan yang selalu berupaya melakukan tax avoidance.
Tax avoidance merupakan upaya menghindari kewajiban pajak yang seharusnya dilaksanakan, hal ini terjadi pada tahap pembayaran pajak. Tujuannya jelas, untuk mengambil keuntungan sepihak agar pendapatan yang masuk tidak banyak terpotong pajak dari pemerintah. Terkait penghindaran pajak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran Undang-Undang Perpajakan.
Terdapat beberapa jenis penghindaran pajak yang awam terjadi di Indonesia. Seperti memanfaatkan prosedur penyusutan aset. Padahal, aset tidak mengalami penyusutan yang signifikan bahkan seringkali meningkat nilainya. Atau contoh lainnya, pengusaha dengan sengaja membuat-buat transaksi bisnis untuk menghindari tanggung jawab pajak. Dapat dikatakan transaksi ‘fiktif’ ini tidak memiliki signifikansi terkait proses bisnis yang dilakukan oleh pengusaha. Namun, agar menghindari kewajiban pajak yang dimiliki transaksi ini sengaja dibuat dan dicatatkan, serta dilaporkan untuk menghindari kewajiban pajak.
Penghindaran pajak juga dapat dilakukan dengan menyalahgunakan fasilitas pajak yang tidak seharusnya didapatkan. Perlu diketahui, Fasilitas pajak seperti pajak UMKM Final sebesar 0,5% merupakan hak dari pelaku UMKM dengan kriteria yang telah ditentukan. Dengan begitu, pengusaha nakal bisa saja memanfaatkan hal ini dengan memecah laporan keuangan dari perusahaan yang dimiliki sehingga dapat dilaporkan pada kategori yang berhak mendapat fasilitas pajak final.
Tentu saja penghindar pajak ini tidak dilakukan oleh semua perusahaan yang ada di Indonesia. Namun demikian, sekecil apapun praktek tax avoidance ini akan membawa dampak buruk bagi Indonesia seperti berkurangnya pendapatan negara dari sektor pajak. Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang dengan sengaja melakukan penghindaran pajak tentu akan mendapatkan sanksi, baik secara administratif maupun sanksi pidana. Penghindaran pajak bisa dikategorikan dalam jenis kejahatan korupsi pajak atau fraud, yang tentu saja terdapat ancaman hukuman pidana.
Sebenarnya pencegahan kasus seperti ini telah banyak dilakukan. Dengan adanya penerapan sistem dikotomi yang jelas serta uraian rinci pada setiap pasal yang berlaku, telah mempersempit gerak oknum wajib pajak yang masih nakal dan yang masih berusaha memanfaatkan celah aturan.
Meski sudah diterapkan sistem tersebut, masih saja ditemui adanya pelanggaran dengan memanfaatkan celah yang masih terbuka. Bila semakin banyak kasus tax avoidance yang terungkap, maka upaya pemerintah dalam membuat aturan semakin ketat juga akan semakin baik.
Penerapan berbagai aturan dan sistem perpajakan terus dimutakhirkan demi tercapainya perilaku taat pajak oleh setiap wajib pajak. Baik wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga selalu melakukan kajian untuk membuat aturan yang aktual. (Azahra Choirrun Nissa)