PajakOnline.com—Pemerintah Indonesia resmi mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 56 Tahun 2024 untuk memfasilitasi pemberian dan permintaan bantuan penagihan pajak antar negara atau yurisdiksi mitra.
Perpres ini merupakan revisi dari Perpres Nomor 159 Tahun 2014 yang berkaitan dengan konvensi tentang bantuan administratif bersama di bidang perpajakan.
Revisi ini bertujuan untuk memungkinkan Indonesia menjalin kerja sama penagihan pajak berdasarkan Convention on Mutual Administrative Assistance in Tax Matters secara resiprokal dengan otoritas pajak negara mitra.
Ini merupakan langkah penting dalam upaya pemerintah untuk mengejar pengemplang pajak di luar negeri dan meningkatkan kepatuhan pajak secara global.
Salah satu pertimbangan dalam Perpres tersebut menyatakan bahwa revisi diperlukan karena Perpres sebelumnya tidak mencakup kerja sama bantuan penagihan pajak berdasarkan perjanjian Internasional secara resiprokal dan tidak mengatur mengenai penarikan kembali pernyataan yang dilakukan melalui notifikasi.
Dengan adanya Perpres ini, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki wewenang untuk melakukan tindakan penagihan pajak atas aset wajib pajak yang berada di luar negeri. Hal serupa juga berlaku bagi negara mitra di Indonesia sesuai dengan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia dengan negara mitra tersebut.
Revisi Perpres mengenai bantuan penagihan pajak telah disoroti sebelumnya oleh Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, dalam Konferensi Pers pada Februari 2024.
Menurut Suryo, untuk melaksanakan bantuan penagihan pajak, pemerintah perlu merevisi Perpres terlebih dahulu.
Managing Directors PajakOnline Consulting Group Abdul Koni mengatakan, adanya Perpres 56/2024 memberi legitimasi bagi DJP untuk melakukan penagihan pajak aktif di luar negeri atau antar negara. Dengan demikian, DJP dapat melakukan penagihan pajak atas utang pajak wajib pajak dalam negeri walaupun yang bersangkutan berada di luar negeri, termasuk keberadaan aset-asetnya.
Dalam declaration yang terlampir pada Perpres 56/2024, pemerintah menyatakan untuk tidak menyediakan bantuan dalam penagihan berbagai klaim pajak atau penagihan terkait dengan denda administratif yang diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 16 Konvensi untuk seluruh pajak-pajak yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b.i, huruf b.ii, huruf b.iii. A, D, E, F, G dan huruf b.iv Konvensi.
Pajak-pajak yang dimaksud meliputi PPh yang dikenakan atas nama subdivisi politik atau pemerintah lokal, iuran jaminan sosial yang bersifat wajib, pajak warisan dan pajak hadiah, pajak yang bersifat spesifik atas barang dan jasa tertentu seperti cukai serta pajak kendaraan bermotor.
Pemerintah kini memiliki kewenangan untuk memberikan bantuan penagihan atas klaim pajak sehubungan dengan PPh, PPN, pajak atas capital gains, pajak kekayaan bersih, dan pajak atas aset tak bergerak. Dengan demikian, Perpres baru ini memungkinkan pemerintah untuk mengejar pengemplang pajak di luar negeri dengan lebih efektif.
Lihat Grafis: