PajakOnline.com—TNI menyampaikan keberatan atas penetapan Kabasarnas periode 2021-2023, Marsdya Henri Alfiandi oleh KPK. Sebab, penetapan tersangka tersebut dinilai tidak sesuai aturan peradilan militer.
Menurut Danpuspom TNI Marsda R Agung Handoko, tidak ada koordinasi antara KPK dengan Puspom TNI sebagai sesama aparat penegak hukum. Dia mengatakan pihaknya baru mengetahui adanya Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK tersebut melalui media. Dia mengaku keberatan atas penetapan tersangka oleh KPK tersebut tanpa koordinasi dengan jajarannya.
“Dari tim kami terus terang keberatan, kalau itu ditetapkan sebagai tersangka, khususnya untuk yang militer. karena kami punya ketentuan sendiri, punya aturan sendiri,” kata Agung.
Selain itu, kata dia, KPK juga tidak berkoordinasi dari OTT sampai penetapan tersangka kasus Kabasarnas.
“Dari OTT sampai penetapan tersangka itu tidak ada koordinasi. Itu yang kita sesalkan sebetulnya. Sama-sama aparat penegak hukum, sebetulnya bisa dikoordinasikan dengan baik,” tegasnya.
Agung mengatakan, pihaknya belum melakukan proses hukum dua pihak tersebut. Kendati demikian, kata dia, setiap anggota TNI yang bermasalah akan dihukum. “Kami sebagai TNI harus mengikuti ketentuan hukum dan taat pada hukum. itu tidak bisa ditawar, dan bisa kita lihat, siapa pun personel TNI yang bermasalah, selalu ada punishment,” jelas Agung.
Agung menjelaskan, pihaknya baru dapat melakukan proses hukum terhadap Kabasarnas dan anak buahnya setelah administrasi penyidikan seperti alat bukti cukup. “Kita butuh kelengkapan alat bukti dari KPK, karena apa yang sudah dilakukan KPK tentunya sama dengan apa yang kita perlukan,” katanya.
Kababinkum TNI Laksamana Muda Kresno Buntoro memastikan proses peradilan yang menimpa Kabasarnas dan anak buahnya tersebut harus melalui mekanisme hukum militer. Dia mengatakan, prajurit aktif tunduk pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang peradilan Militer. Selain itu, dia menambahkan, semua prajurit tunduk pada KUHAP Undang-undang (UU) Nomor 8 Tahun 1981.
“Jadi, pada intinya tidak ada prajurit TNI yang kebal hukum, semua tunduk kepada aturan hukum,” kata Kresno.
Kresno menjelaskan, UU Peradilan Militer mengatur perihal penyelidikan, penyidikan, penuntutan, proses persidangan, dan juga pelaksanaan eksekusi. Untuk itu, lanjut Kresno, hanya tiga pihak yang berhak melakukan penahanan terhadap personel militer, termasuk Kabasarnas dan anak buahnya.
“Khusus untuk penahanan, yang bisa melakukan penahanan itu ada tiga, pertama Ankum atasan yang berhak menghukum, yang kedua adalah polisi militer, kemudian yang ketiga adalah oditur militer. Jadi, selain tiga ini itu tidak punya kewenangan untuk melakukan penangkapan dan penahanan,” kata Kresno.