PajakOnline.com—Direktorat Jenderal Pajak dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menandatangani perjanjian kerja sama tentang pemanfaatan data dan/atau informasi untuk meningkatkan kepatuhan sekaligus pemenuhan kewajiban pembayaran penerimaan negara. Integrasi ini diharapkan dapat mengoptimalkan penerimaan perpajakan dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Penandatanganan kerja sama dilakukan Kepala BPH Migas Erika Retnowati dan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Suryo Utomo.
Erika menjelaskan, ruang lingkup perjanjian, meliputi pertukaran data dan/atau informasi badan usaha (BU) yang berasal dari pelaporan iuran BU kepada BPH Migas. Kemudian, dokumen pelaporan BU terkait perpajakan disampaikan kepada DJP.
Kerja sama antara BPH Migas dan DJP akan berbentuk suatu sistem terintegrasi yang memudahkan pengawasan, meningkatkan kepatuhan BU, serta mendorong pelaporan keuangan yang lebih transparan, dan akuntabel.
“BPH Migas berperan mengawal salah satu komponen pendapatan negara berupa PNBP di sektor hilir migas. Realisasi PNBP BPH Migas tahun 2023 yang berasal dari BU hilir migas mencapai Rp 1,39 triliun atau 108,97 persen dari target Rp 1,28 triliun,” jelasnya dalam keterangannya, dikutip Jumat (22/3/2024).
Erika menilai masih ditemukan berbagai celah yang berpotensi merugikan penerimaan negara. Celah tersebut diharapkan bisa dioptimalkan ketika bersinergi dengan DJP.
“BPH Migas terus berupaya mengevaluasi setiap kinerja dan kebijakan yang dibuat untuk meminimalisir celah-celah yang berpotensi mengakibatkan kerugian terhadap penerimaan negara, sehingga PNBP di sektor hilir migas dapat terealisasi secara optimal,” imbuhnya.
Erika mengungkapkan bahwa ide kerja sama dengan DJP berawal dari munculnya evaluasi dan benchmarking terhadap proses bisnis pelaporan BU dalam pemenuhan kewajiban iuran PNBP. Dalam pelaporan tersebut terdapat tahapan tertentu yang serupa dengan proses bisnis pelaporan BU dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.
Inisiasi itu pun didukung penuh DJP dengan melakukan diskusi yang konstruktif secara bertahap. Hasilnya, perjanjian kerja sama mampu memberikan dukungan bagi kedua belah pihak dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai bagian dari pemerintah yang turut mengawal penerimaan negara.
“Dasar pengenaan besaran iuran dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah sama-sama berdasarkan nilai penjualan, yaitu harga dikalikan volume. Untuk iuran dikalikan dengan tarif iuran niaga BBM (bahan bakar minyak) dan pengangkutan gas bumi sebesar 0,025 persen, sedangkan untuk pengenaan PPN dikalikan tarif 11 persen,” jelasnya.
Berdasarkan kesamaan dasar pengenaan itu seharusnya BU melaporkan nilai penjualan yang sama, baik ke BPH Migas maupun ke DJP.
“Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), ditemukan ada beberapa BU, yang melaporkan berbeda antara penjualan kepada BPH Migas dengan DJP” ungkap Erika.
Dengan demikian, ia berharap, perjanjian kerja sama dengan DJP dapat membuat transparansi dan kepatuhan BU dalam melakukan pembayaran iuran, sehingga dapat meningkatkan PNBP serta efektivitas dan efisiensi administrasi iuran.
“Tak hanya untuk BPH Migas, melalui perjanjian kerja sama ini, DJP juga mampu mendapatkan manfaat dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai garda terdepan penerimaan negara di sektor pajak. Selain itu, juga dapat mengurangi potensi kecurangan yang mungkin dilakukan oleh BU maupun pemungut iuran,” tambah Erika.
Pada kesempatan yang sama, Suryo Utomo menyampaikan pembangunan sistem data terintegrasi akan membuat penerimaan negara lebih akurat dan pengeluaran dapat semakin efektif.
“Alhamdulillah, kita bisa merealisasikan keinginan bersama untuk bertukar data melalui kerja sama ini dan semoga negara mendapatkan manfaat yang banyak,” ujar Suryo.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga kerahasiaan data yang diintegrasikan serta mempergunakannya sebagaimana mestinya. Suryo menyebut, selain BPH Migas, DJP juga telah menandatangani kerja sama pemanfaatan data dengan BPKP dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC).
Acara ini juga dihadiri oleh Anggota Komite BPH Migas Abdul Halim, Sekretaris BPH Migas Patuan Alfon S, Direktur BBM BPH Migas Sentot Harijady, dan Direktur Data dan Informasi Perpajakan DJP Dasto Ledyanto.