PajakOnline.com—Transfer Pricing adalah transaksi penetapan harga yang terjadi antara entitas yang saling berhubungan dengan perusahaan multinasional. Penerapan transfer pricing sudah ada di negara maju dan berkembang yang bisa didefinisikan sebagai penataan dan penetapan harga transaksi antar pihak yang memiliki hubungan istimewa.
Biasanya perusahaan menggunakan transfer pricing untuk menggeser laba ke perusahaannya di negara lain yang pajaknya lebih rendah untuk menghindari perpajakan. Oleh karena itu, pemerintah terus berupaya menerbitkan peraturan yang lebih adil agar dapat memberikan kemudahan hukum yang pasti mengenai transaksi hubungan istimewa yang masih sering menjadi perdebatan di antara pemangku kepentingan.
Pembaruan Ketentuan Transfer Pricing kemudian dilakukan dengan dikeluarkannya peraturan baru yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomer 172 Tahun 2023 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dalam Transaksi Yang Dipengaruhi Hubungan Istimewa.
Peraturan tersebut berlaku mulai 29 Desember 2023 sejak peraturan diundangkan. Sehingga untuk tahun pajak 2024 dan seterusnya akan menggunakan ketentuan PMK 172/2023 untuk segala kewajiban yang berhubungan dengan transfer pricing. Tujuan lain dari pembaruan ketentuan harga transfer ini agar lanskap harga transfer yang ditetapkan di Indonesia sejalan dengan International Best Practices.
Beberapa ketentuan lama yang sudah tidak digunakan lagi dan dicabut sehubungan dengan pembaruan ketentuan harga transfer, yaitu PMK 213/2016, PMK 49/2019, dan PMK 22/2020.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 172 Tahun 2023 terdapat beberapa pokok pengaturan baru, di antaranya:
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha (PKKU)
Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha yang Tidak Dipengaruhi oleh Hubungan Istimewa (PKKU), juga dikenal sebagai Arm’s Length Principle (ALP), adalah prinsip dalam praktik bisnis yang menegaskan bahwa transaksi harus dilakukan antarpihak yang tidak memiliki atau dipengaruhi oleh hubungan istimewa (independen). Definisi ini hampir sama dengan yang terdapat dalam PMK 22/2022, namun ada sedikit perbedaan dengan definisi dalam PMK 213/2016. Dalam PMK 213/2016 membatasi PKKU pada transaksi hubungan istimewa, seperti transaksi afiliasi yang melibatkan kepemilikan, kekuasaan, dan hubungan keluarga.
Dalam ketentuan PMK 172/2023 memperluas cakupan PKKU dengan menambahkan aturan terkait transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa dengan mengatur lawan dan harga transaksi. Jadi, meskipun dilakukan antar pihak independen, transaksi semacam itu, memiliki keterikatan dan ketergantungan yang mengubahnya menjadi tidak independen.
Penyesuaian Lanjutan (Corresponding Adjustment)
Penyesuaian Lanjutan atau Corresponding Adjustment adalah penyesuaian transfer pricing yang dilakukan untuk menentukan penghasilan kena pajak wajib pajak, sebagai tanggapan terhadap penyesuaian transfer pricing yang telah dilakukan oleh otoritas pajak terhadap lawan transaksi.
Pada ketentuan sebelumnya, corresponding adjustment memberikan wewenang kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengatur penyesuaian atas penghasilan kena pajak sebagai hasil dari penyesuaian yang dilakukan oleh DJP atau otoritas pajak negara lain terhadap lawan transaksi wajib pajak (primary adjustment). Hal ini muncul setelah pemeriksaan pajak pada lawan transaksi, baik dalam konteks domestik maupun lintas batas (Pasla 21 PER-43/PJ/2010).
Namun, dalam PMK 172/2023 menetapkan bahwa proses corresponding adjustment memerlukan persetujuan atas Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan tidak diperbolehkan untuk diajukan upaya hukum untuk transfer pricing domestik. Proses corresponding adjustment harus dilakukan oleh wajib pajak lawan transaksi, dengan mekanisme pembetulan SPT Tahunan jika belum ada pemeriksaan, penerbitan SKP jika tengah berlangsung pemeriksaan dan wajib pajak mengakui kesalahan, atau pembetulan SKP secara jabatan jika SKP sudah diterbitkan dan tidak ada upaya hukum. Sementara itu, jika primary adjustment terjadi pada lawan transaksi dari subjek pajak luar negeri, corresponding adjustment dilakukan melalui prosedur persetujuan bersama (Mutual Agreement Procedure atau MAP).
Koreksi Sekunder (Secondary Adjustment)
Dalam PMK 172/2023, dikatakan bahwa secondary adjustment ini timbul karena penentuan kembali harga transfer dalam Surat Ketetapan Pajak (SKP). Hal ini diesebabkan karena wajib pajak tidak menerapkan PKKU, wajib pajak menerapkan PKKU tetapi tidak sesuai aturan, wajib pajak tidak bisa membuktikan keterpenuhan proses awal pendahuluan, atau bahkan harga transfer yang ditentukan wajib pajak tidak sesuai dengan PKKU.
Hal ini terjadi karena ditemukan selisih yang tidak sesuai dengan PKKU yang kemudian selisih tersebut menjadi pembagian laba secara tidak langsung dan diperlakukan sebagai dividen yang dikenakan pajak penghasilan. Namun, sesuai ketentuan Pasal 37 ayat (4) dikatakan bahwa ketentuan tersebut tidak berlaku jika terjadi penambahan dan/atau pengembalian kas atau setara kas sebesar selisih sebelum penerbitan SKP pada proses pemeriksaan, serta wajib pajak yang menyetujui harga transfer yang ditentukan oleh DJP dengan memperbaiki pembukuan terlebih dahulu.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Dalam konteks Pajak Pertambahan Nilai (PPN), PMK 172/2023 memberikan ketentuan mengenai perhitungan PPN terutang bahwa DJP berwenang melakukan penyesuaian harga jual atau penggantian yang dipengaruhi oleh hubungan istimewa, berlaku atas penjualan dalam negeri. Jika terdapat primary adjustment yang dapat dilakukan pada setiap transaksi penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP), harga jual juga dapat disesuaikan.
Penyesuaian juga dilakukan saat harga jual atau penggantian ditekan lebih rendah dari harga pasar, yang mana akan dihitung berdasarkan harga pasar saat penjualan BKP dan/atau JKP, hal ini sesuai dengan UU PPN di Pasal 2. Namun, penyesuaian ini tidak menjadikan berubahnya pajak masukan bagi PKP pembeli.
Dokumen Penentuan Harga Transfer (Transfer Pricing Documentation)
Dalam menyusun Transfer Pricing Documentation, terdapat ketentuan tambahan bahwa dokumen penentuan harga transfer wajib dilengkapi paling lambat 1 (satu) bulan sejak permintaan disampaikan dalam rangka pengawasan kepatuhan dan pemeriksaan. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 34 ayat (2) PMK 172/2023.
Prosedur Persetujuan Bersama (Multilateral Agreement Procedure/MAP)
Prosedur Persetujuan Bersama merupakan prosedur administratif yang diatur dalam tax treaty untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam penerapan tax treaty. Prosedur ini diatur lebih rinci dalam PMK 172/2023 yang nantinya akan muncul Surat Keputusan Persetujuan Bersama (SKPB) sebagai dasar penagihan dan pengembalian pajak.
Kesepakatan Harga Transfer (Advance Pricing Agreement/APA)
Pokok terakhir dalam PMK 172/2023 juga membahas mengenai penentuan harga transfer dengan adanya perjanjian tertulis antara DJP dan WP atau pihak pemangku pajak yang berada dalam wilayah yurisdiksinya.
Baca Juga:
Dorong Keadilan dan Kepastian Hukum Hubungan Istimewa, DJP Kodifikasi Ketentuan PKKU






























