PajakOnline.com—Terdapat istilah bukti permulaan yang erat kaitannya dengan kegiatan penyelidikan. Aturan pajak di Indonesia mulai menerapkan lebih jauh pemeriksaan bukper jika diberlakukannya Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).
Pada Pasal 43A ayat 1 UU KUP menegaskan bahwa Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak berdasarkan informasi, data, laporan, dan pengaduan berwenang melakukan pemeriksaan bukti permulaan sebelum dilakukan penyidikan tindak pidana perpajakan.
Seperti yang terdapat dalam UU KUP, pemeriksaan yaitu rangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Sedangkan bukper diartikan sebagai keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.
Dengan arti lain, pemeriksaan bukper diartikan sebagai pemeriksaan yang dilakukan untuk memperoleh Bukper terkait adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
Dilakukannya pemeriksaan bukper sebagai penegasan jika terdapat bukti penyimpangan pajak yang bisa sebagai patokan untuk dilaksanakan penyidikan tindak pidana perpajakan. Tidak bisa dilakukan tindakan penyidikan tanpa diawali dengan pemeriksaan bukper. Hal ini menunjukkan jika penyidikan dilakukan ketika ada pertanda penyimpangan pajak dilandasi oleh bukper.
Pada hal ini pemeriksaan bukper sebagai alat yang memiliki tujuan menjadi pengungkapan keberadaan bukper terdapat dugaan terjadi tindak pidana perpajakan. Jika ditemukan adanya penyimpangan dan tindak pidana perpajakan kemudian dilanjutkan ke arah penyidikan.
Namun ketika tidak ditemukan bukper tentang adanya dugaan penyimpangan dan tindak pidana perpajakan karena itu informasi, data, laporan atau pengaduan itu tidak bisa menjadi alat bukti sebagai legalitas adanya dugaan terjadinya tindak pidana perpajakan.
Dasar Pemeriksaan Bukti Permulaan
Bukti permulaan yang dilakukan pemeriksaan terfokus pada keadaan, perbuatan, dan/atau bukti berupa keterangan, tulisan, atau benda yang bisa memberikan petunjuk tentng adanya dugaan terjadinya tindakan pidana perpajakan dan merugikan penerimaan negara, yang terdapat dari beberapa sumber seperti:
– Informasi: Keterangan yang disampaikan secara lisan atau tulisan yang bisa dikembangan dan dianalisis sebagai sarana mengetahui terdapatnya bukper tindak pidana perpajakan.
– Data: kumpulan angka, huruf, kata atau citra yang berbentuk surat, dokumen, buku atau catatan, dalam bentuk elektronik atau bukan elektronik, yang bisa dikembangkan dan dianalisis untuk mengetahui ada tidaknya bukper tindak pidana di bidang perpajakan, yang menjadi dasar pelaporan yang belum dianalisis.
– Laporan: pemberitahuan yang disampaikan oleh orang atau institusi karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadi tindak pidana perpajakan.
– Pengaduan: pemberitahuan disertai permintaan oleh pihak yang berkepentingan kepada pejabat yang berwenang untuk menindak menurut hukum orang pribadi atau badan yang telah melakukan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan yang merugikannya.
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.239/PMK.03/2014, Dirjen Pajak memiliki kewenangan melakukan pemeriksaan bukper.
Ruang Lingkup Pemeriksaan Bukper yaitu dugaan sebuah peristiwa pidana yang ditentukan dalam surat perintah pemeriksaan bukper. Dengan arti lain, surat perintah pemeriksaan bukper menjadi dasar pelaksanaan pemeriksaan bukper oleh tim pemeriksa bukper.
Ada dua jenis pada pemeriksaan bukper yaitu pemeriksaan bukper secara terbuka dan tertutup. Pemeriksaan bukper secara terbuka dilakukan pada hal pemeriksaan bukper tentang permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang terdapat dalam Pasal 17B UU KUP atau menjadi tindak lanjut dari pemeriksaan sebagai pengujian kepatuhan pemenuhan kewajiban pajak.
Dilakukannya pemeriksaan bukper secara terbuka melalui pemberitahuan secara tertulis tentang pemeriksaan bukper terhadap orang pribadi atau badan yang dilakukan pemeriksaan bukper. Sedangkan, pemeriksaan bukper secara tertutup dilakukan tidak melalui pemberitahuan tentang adanya pemeriksaan bukper kepada orang pribadi atau badan yang dilakukan pemeriksaan bukper.
Pemeriksaan bukper secara terbuka dilakukan dengan jangka waktu maksimal 12 bulan dari tanggal penyampaian surat pemberitahuan pemeriksaan bukper sampai dengan tanggal laporan pemeriksaan bukti permulaan. Pada pemeriksaan bukti permulaan secara tertutup dengan jangka waktu maksimal 12 bulan dari tanggal surat perintah pemeriksaan bukti permulaan diterima oleh pemeriksa bukti permulaan sampai tanggal laporan pemeriksaan bukti permulaan.
(Ridho Rizqullah Zulkarnain)
 
			






























