PajakOnline.com—Pekerjaan sebagai tenaga kreatif, penulis, dan juga musisi memiliki passive income yang berbentuk penerimaan royalti. Namun, ternyata royalti yang mereka terima dikenakan pajak. Disebut juga dengan pajak royalti teratur dalam PPh Pasal 23/26.
Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 mengenai Hak Cipta, mendefinisikan royalti sebagai imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi sebuah ciptaan atau produk yang berkaitan kemudian diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait.
Sementara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan royalti sebagai uang jasa yang dibayarkan oleh orang atas barang yang diproduksi kepada orang yang memiliki hak paten.
Kemudian dalam Pasal 4 ayat (1) huruf h Undang-Undang No.36 Tahun 2008 berkaitan dengan Pajak Penghasilan (UU PPh) mengartikan royalti sebagai suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara perhitungan apapun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, menjadi imbalan terhadap 6 hal seperti:
1. Penggunaan Hak Cipta di Bidang Kesusastraan, kesenian, karya ilmiah, paten, desain, model, rencana, formula, atau proses rahasia, merek dagang, dan bentuk hak kekayaan intelektual serupa.
2. Hak menggunakan peralatan atau perlengkapan industrial, komersial, atau ilmiah.
3. Pemberian pengetahuan atas informasi di bidang ilmiah, teknik, industri, atau komersial.
4. Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa:
1. Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya atas poin sebelumnya yang disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi serupa.
2. Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya atas poin sebelumnya untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi serupa.
3. Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi.
5. Penggunaan atau hak menggunakan film atau sinematografi, atau pita video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio.
6. Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya yang disebutkan pada poin-poin di atas.
Merujuk dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, imbalan royalti dikenai pajak atas PPh 23. Selain itu, mengikuti PMK No. 141/PMK.03/2015, tarif pajak PPh 23 dikenai dengan nilai dasar pengenaan pajak atau jumlah bruto dari pendapatan sebesar 15% dari penghasilan bruto.
Sampai sekarang tarif itu tidak bersifat final dan dapat berubah sewaktu-waktu. Perlu diingat jika wajib pajak yang dikenakan tidak memiliki NPWP, tarif itu naik menjadi 30%.
Subjek pada pemotongan PPh 23 pada royalti yaitu subjek dalam negeri untuk orang pribadi atau badan termasuk yang dikenai Badan Usaha Tetap (BUT).
Terutangnya wajib pajak terjadi saat penandatanganan kontrak/perjanjian atau faktur atas royalti. Sementara untuk objek pajak intelektual dalam negeri yang dipakai oleh wajib pajak luar negeri, sudah teratur dalam PPh pasal 26 disesuaikan dengan aturan pajak yang berlaku pada negara tersebut atau penyesuaian terhadap Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Diluar itu, pemotongan pajak royalti mempunyai pengecualian yang tertulis pada pasal 23 ayat 4 UU PPh yakni pemotongan pajak kepada pihak bank sebagai subjek pajak dalam negeri.
Lalu bagaimana cara untuk melakukan pemotongan dan pelaporan pajak penghasilan atas royalti?, Berikut penjelasannya:
1. Pembayar royalti yang melaksanakan pemotongan PPh 23 serta bukti potong yang dilakukan pada akhir bulan. Jika pembayar royalti memperoleh penghasilannya, disediakan untuk dibayarkan penghasilan, atau jatuh tempo pembayaran penghasilan yang berkaitan mengikuti kapan peristiwa itu terjadi.
2. Melakukan penyetoran PPh dengan membuat kode billing 411124 dan kode jenis setoran 103 sebagai pembayaran PPh pasal 23 yang tertulis dalam SPT PPh 23.
3. Lapor SPT Masa PPh 23 setidaknya paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
(Ridho Rizqullah Zulkarnain)
 
			










